Sabtu, 15 November 2014

CONTOH LITERATURE REVIEW-1 (Tugas Metodologi Penelitian)

"ANALISIS KESALAHAN SISWA KELAS VIII MTsS DARUL IHSAN SIEM ACEH BESAR TERHADAP MATERI FUNGSI DAN ALTERNATIF PEMBELAJARANNYA"


Oleh:
Ana Safrida
Mahasiswa UIN Ar-Raniry Darussalam, Banda Aceh

PENDAHULUAN
Matematika adalah salah satu cabang ilmu yang memiliki kedudukan penting dalam kehidupan sehari-hari, dan menjadi faktor pendukung dari perkembangan teknologi. Penanaman konsep matematika semenjak dari sekolah dasar hingga ke perguruan tinggi, dapat memberikan bekal yang cukup bagi siswa untuk mengaplikasikannya dalam menyelesaikan masalah kehidupan bermasyarakat. Tidak sedikit orang yang menganggap bahwa matematika itu tergolong ilmu yang unik bagi pengaturan kehidupan manusia. Banyak sekali penggunaan matematika dalam kehidupan sehari-hari, khususnya materi fungsi. Dalam kehidupan sehari-hari, secara umum kita dapat melihat bahwa suatu besaran (kuantitas) bergantung pada satu atau lebih besaran lain. Misalnya pertumbuhan tanaman bergantung pada banyak sinar matahari dan curah hujan, kecepatan suatu mobil bergantung pada ukuran mesin, dan lain-lain. Menentukan hubungan antara besaran yang satu dengan besaran yang lainnya adalah hal yang sangat penting untuk dipelajari. Dalam matematika, hubungan antarbesaran tersebut dinamakan fungsi (M. Cholik Adinawan, 2002).
Namun, banyak orang tidak menyukai matematika. Hal ini disebabkan karena adanya anggapan bahwa matematika itu hanyalah ilmu yang mempelajari sederetan rumus-rumus yang abstrak dan membosankan. Sehingga banyak di antara mereka sering mengeluh ketika harus berhadapan dengan masalah yang memerlukan ilmu matematika untuk menyelesaikannya. Meskipun demikian, masih banyak permasalahan yang tidak dapat diselesaikan dengan baik.  Misalnya, ketika seorang ingin menghitung luas suatu bangunan, tetapi dia tidak mengetahui konsep dasar untuk menyelesaikannya, maka akan terjadi kekeliruan dalam proses perhitungannya. Oleh sebab itu, sangat dibutuhkan pemahaman yang kuat terhadap konsep matematika itu sendiri, agar dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari (Herman Hudojo, 1990).
Ketidaksukaan terhadap bidang studi matematika bisa diakibatkan karena adanya kesalahan pada proses belajar mengajar, sehingga banyak yang tidak memahaminya. Kurangnya pemahaman siswa disebabkan  oleh proses pembelajaran matematika yang hanya berpusat pada guru, sedangkan siswa hanya menjadi “pendengar setia” yang hanya mendengar apa yang disampaikan oleh gurunya, tanpa memahami dan mengetahui makna yang terkandung dalam materi tersebut. Akibatnya siswa sering lupa dan  tidak bisa memecahkan soal-soal yang diberikan oleh guru tersebut.
Untuk mengatasi kesulitan-kesulitan dan masalah-masalah di atas, guru harus mampu menciptakan situasi belajar yang aktif di dalam kelas. Selain itu, guru juga harus mengetahui kemampuan awal dan penguasaan siswa terhadap materi yang telah diajarkan, dengan demikian pembelajaran akan dapat disesuaikan
Selanjutnya proses pembelajaran pada materi ajar matematika dibagi secara bertahap dan berkesinambungan antara satu materi dengan materi berikutnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Herman Hudojo (1990) yang menyebutkan bahwa “Mempelajari konsep B yang mendasar pada konsep A perlu memahami konsep A terlebih dahulu. Karena tanpa memahami konsep A pasti tidak mungkin orang itu memahami konsep B. Kondisi ini berarti mempelajari matematika haruslah bertahap, terstruktur dan berurutan berdasarkan materi ajar yang lalu”.
Salah satu materi pelajaran matematika yang wajib diikuti oleh siswa kelas VIII SMP/MTs adalah materi fungsi. Dalam hal ini penulis hanya membahas tentang relasi, fungsi dan menentukan nilai fungsi. Hubungan atau relasi merupakan konsep dasar suatu fungsi. Oleh karena itu dibutuhkan pemahaman yang baik tentang relasi dalam mempelajari fungsi. Relasi dan fungsi sangat erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari. Seperti relasi yang menyatakan hubungan antara negara dengan ibu kotanya, hubungan antara orang tua dengan anak, dan lain-lain. Dari relasi-relasi tersebut dapat dibentuk suatu fungsi yang menyatakan suatu hubungan.
Banyak faktor yang menyebabkan kesalahan siswa dalam menyelesaikan soal-soal matematika khususnya pada materi fungsi. Hal ini disebabkan karena pada umumnya proses pembelajarannya juga masih bersifat konvensional yaitu pembelajaran dengan mengandalkan metodologi penyampaian yang tidak bervariatif. Ketidak seriusan siswa dalam proses belajar mengajar  di kelas juga dapat mengakibatkan kurangnya pemahaman siswa terhadap suatu materi tertentu sehingga siswa akan mengalami kesulitan dan kesalahan dalam menyelesaikan soal-soal yang diberikan oleh guru. Selain itu, lemahnya pemahaman dasar yang berkaitan dengan materi fungsi dapat mengakibatkan kesulitan siswa dalam mempelajari materi fungsi.
Relasi dan fungsi merupakan sub pokok bahasan yang seharusnya mudah dipahami dan dimengerti siswa, namun pada kenyataannya masih terdapat siswa yang mengalami kesulitan dalam memahami dan mengerjakan soal-soal pada sub pokok bahasan tersebut. Perbedaan tingkat pemahaman dan perbedaan tingkat kemampuan awal siswa juga dapat menyebabkan perbedaan prestasi belajar siswa dalam mempelajari matematika khususnya materi fungsi.
Beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa kesalahan yang dialami siswa pada materi fungsi bervariasi. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Riska Mayasari (2011) didapat bahwa: “kesalahan yang banyak dilakukan siswa dalam mempelajari materi fungsi adalah kekeliruan dalam operasi, dan perhitungan yang salah”. Selanjutnya hasil penelitian Tarmizi (2002) didapat juga bahwa: “Kemampuan siswa kelas II SMU Negeri 1 Kluet Utara dalam menguasai materi fungsi masih rendah. Hal ini kemungkinan dapat terjadi karena lemahnya pemahaman dasar siswa pada materi fungsi yang diberikan di SMP”.
Permasalahan ini diperkuat lagi dari hasil pengamatan penulis selama melakukan observasi dan wawancara dengan guru di MTsS Darul Ihsan Siem, banyak ditemukan hal-hal seperti itu, dan pada umumnya siswa sulit untuk menyelesaikan soal-soal yang berkaitan dengan  materi fungsi. Hal ini diduga penyebabnya karena proses pembelajarannya yang masih bersifat konvensional yaitu pembelajaran yang hanya berfokus pada Guru. Sedangkan siswa hanya menerima apa yang disampaikan oleh gurunya tanpa mencoba untuk memahaminya secara lebih detail. Akibatnya banyak dari mereka hanya mampu menghafal rumus-rumus saja, tetapi tidak dapat mengaplikasikannya. Oleh karena itu, siswa dituntut untuk lebih aktif  sedangkan guru dan buku paket hanya menjadi sarana untuk mencapai tujuan pembelajaran itu sendiri.
Pada sub pokok bahasan relasi dan fungsi keaktifan siswa sangat diperlukan karena pokok bahasan ini banyak menuntut siswa untuk dapat mengkonstruksikan dan memahami materi secara mendalam. Materi ini bukan materi hafalan sehingga jika siswa belum memahami konsepnya maka siswa akan kesulitan dalam menyelesaikan soal-soal yang diberikan.
Salah satu alternatif model pembelajaran yang dapat mengembangkan keterampilan berkomunikasi dan proses interaksi antara individu yaitu model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT). Tipe Numbered Head Together (NHT) merupakan jenis pembelajaran diskusi yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan berbagai alternatif terhadap struktur kelas tradisional (Depdiknas, 2004). Pada dasarnya model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT)  merupakan sebuah varian diskusi kelompok, ciri khasnya adalah hanya menunjuk seorang siswa yang mewakili kelompoknya, tanpa memberi tahu terlebih dahulu siapa yang akan mewakili kelompok itu. Cara ini menjamin keterlibatan total semua siswa dan membantu mengembangkan hubungan baik sesama siswa. Sehingga mereka berani beragumentasi tentang pendapat-pendapat yang ingin mereka sampaikan.
Berdasarkan latar belakang inilah penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Analisis Kesalahan Siswa Kelas VIII MTsS Darul Ihsan Siem, Aceh Besar  terhadap Materi Fungsi dan Alternatif Pembelajarannya”.
PEMBAHASAN
A.      Pembelajaran Matematika
1.      Pengertian Belajar
            Belajar dapat didefinisikan, “suatu usaha atau kegiatan yang bertujuan mengadakan perubahan dalam diri seseorang, mencakup perubahan tingkah laku, sikap, kebiasaan, ilmu pengetahuan, keterampilan, dan sebagainya” (M. Daloyono, 2007).
            Secara psikologi, belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu perubahan di dalam tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Perubahan-perubahan tersebut akan dinyatakan dalam seluruh aspek tingkah laku. Pengertian belajar dapat didefinisikan sebagai berikut: “Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungan” (Slameto, 2003).
            Menurut Syaiful Bahri Djamarah (2002), belajar adalah serangkaian kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut kognitif, afektif, dan psikomotor.
Sedangkan pembelajaran menurut Sudjana dalam Rahma Johar (2006), menjelaskan bahwa:Pembelajaran pada hakekatnya adalah suatu proses yaitu proses mengatur dan mengorganisasi lingkungan yang ada di sekitar anak didik sehingga dapat menumbuhkan dan mendorong anak didik melakukan proses belajar. Pada tahap berikutnya pembelajaran adalah proses memberikan bimbingan atau bantuan kepada anak didik dalam melakukan proses belajar”.
            Dari pengertian belajar di atas dapat disimpulkan bahwa proses belajar mengajar adalah kegiatan merubah tingkah laku siswa sehingga dapat menumbuhkan minat belajar yang kondusif dan akan meningkatkan prestasi belajar siswa.
Namun tujuan pembelajaran itu sendiri tidak akan dapat tercapai dengan baik apabila guru dan siswa tidak saling bekerjasama dalam proses belajar mengajar. Misalnya seorang guru tidak dapat menjalankan tugasnya tanpa kehadiran siswa. Begitu pula sebaliknya, siswa tidak dapat belajar dengan baik tanpa mendapat bimbingan dari seorang guru. Oleh karena itu, hubungan timbal balik antara guru dan anak didik harus selalu terjalin dengan baik.
2.      Model-model Pembelajaran
Model pembelajaran adalah suatu bentuk pola aktivitas yang merupakan dasar pijakan guru mengorganisir kegiatan belajar dan mengajar. Model juga berupa konsep dasar pengembangan kegiatan belajar mengajar karena model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang menuntun guru menetapkan prosedur dan langkah-langkah pembelajaran yang sistematis, petunjuk mengorganisir kegiatan belajar mengajar, meramu komponen-komponen pembelajaran yang dapat mengantarkan aktifitas anak didik aktif terlibat secara optimal (Rahma Johar, 2006). Model merupakan cara-cara mengoperasikan suatu kegiatan pembelajaran.
Adapun beberapa model pembelajaran yang telah dikemukakan oleh Rahma Johar, Dkk (2006) adalah sebagai berikut:
a.       Student Team Achievement Devision (STAD)
Adapun langkah-langkah STAD adalah:
1.      Bentuk kelompok beranggotakan lebih kurang empat orang secara heterogen.
2.      Guru menyajikan materi.
3.      Guru memberi tugas kelompok. Tiap anggota dapat menjelaskan kepada anggota lainnya sampai semua anggota dalam kelompok itu mengerti.
4.      Guru memberi kuis/ pertanyaan kepada seluruh siswa. Pada saat menjawab kuis tidak boleh saling membantu. Skor kelompok diperoleh dari penjumlahan nilai jawaban anggota.
5.      Memberi evaluasi.
6.      Penutup.

b.      Jigsaw (Model Tim Ahli)
Adapun langkah-langkah Jigsaw adalah:
1.      Siswa dikelompokkan kedalam lebih kurang empat orang dan diberi inisial (T,E,A,M)
2.      Tiap anggota dalam tim diberi materi yang berbeda.
3.      Tiap anggota dalam tim mempelajari materi yang ditugaskan.
4.      Anggota dari tim yang berbeda yang telah mempelajari bagian yang sama (berinisial sama) bertemu dalam kelompok baru (kelompok ahli) untuk mendiskusikan sub bagian mereka.
5.      Setelah selesai diskusi sebagai tim ahli, tiap anggota kembali ke kelompok asal dan bergantian mengajar teman satu tim mereka tentang sebagian yang mereka kuasai.
6.      Tiap tim ahli mempresentasikan hasil diskusi.
7.      Guru memberi evaluasi.
8.      Penutup.
c.       Numbered Heads Together (NHT)
Dalam penulisan ini, penulis mencoba menggunakan alternatif pembelajaran yaitu model pembelajaran kooperatif tipe “Numbered Heads Together” (NHT).
Numbered Heads Together adalah suatu Model pembelajaran yang lebih mengedepankan kepada aktivitas siswa dalam mencari, mengolah, dan melaporkan informasi dari berbagai sumber yang akhirnya dipresentasikan di depan kelas. NHT pertama kali dikenalkan oleh Spencer Kagan dkk (1993). Model NHT adalah bagian dari model pembelajaran kooperatif struktural, yang menekankan pada struktur-struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. Struktur Kagan menghendaki agar para siswa bekerja saling bergantung pada kelompok-kelompok kecil secara kooperatif. Struktur tersebut dikembangkan sebagai bahan alternatif dari sruktur kelas tradisional seperti mangacungkan tangan terlebih dahulu untuk kemudian ditunjuk oleh guru untuk menjawab pertanyaan yang telah dilontarkan. Suasana seperti ini menimbulkan kegaduhan dalam kelas, karena para siswa saling berebut dalam mendapatkan kesempatan untuk menjawab pertanyaan peneliti.
Meskipun model kooperatif tipe NHT memiliki banyak persamaan dengan model kooperatif yang lain, namun model kooperatif tipe NHT ini memberi penekanan pada penggunaan struktur tertentu yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. NHT adalah suatu model kooperatif yang dikembangkan untuk melibatkan lebih banyak siswa dalam menelaah materi yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut sebagai gantinya mengajukan pertanyaan kepada seluruh kelas (Ibrahim, M, dkk, 2000).
Menurut Nurhadi (2004), dalam model pembelajaran kooperatif tipe NHT guru menggunakan 4 langkah pembelajaran. Adapun langkah-langkah tersebut adalah sebagai berikut:
1.      Langkah I - Penomoran (Numbering) guru membagi para siswa menjadi beberapa kelompok atau tim yang beranggotakan 3 hingga 5 orang memberi mereka nomor sehingga tiap siswa dalam tim memiliki nomor berbeda.
2.      Langkah II - Pengajuan pertanyaan (Question): Guru mengajukan pertanyaan. Pertanyaan dapat bervariasi, dari bersifat spesifik hingga yang bersifat umum.
3.      Langkah III - Berfikir bersama (Heads Together): para siswa berfikir bersama untuk menggambarkan dan meyakinkan bahwa tiap orang mengetahui jawaban tersebut.
4.      Langkah IV - Pemberian jawaban (Answering): Guru menyebutkan satu nomor dan para siswa dari tiap kelompok dengan nomor yang sama mengangkat tangan dan menyiapkan  jawaban untuk satu kelas.
Langkah-langkah tersebut kemudian dikembangkan menjadi tiga langkah sesuai dengan kebutuhan pelaksanaan penelitian ini. Ketiga langkah tersebut adalah sebagai berikut:
1.      Pendahuluan: Persiapan
a)      Guru menjelaskan tentang pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT).
b)      Guru menyampaikan tujuan pembelajaran.
c)      Guru melakukan apersepsi.
d)     Guru memberikan motivasi pada siswa
2.      Kegiatan Inti: Pelaksanaan pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT).
1)      Penomoran, guru membagi siswa dalam kelompok beranggotakan 3 hingga 5 orang dan kepada setiap anggota kelompok diberi nomor antara 1 sampai 5.
2)      Guru menjelaskan secara singkat tentang materi Relasi dan Fungsi.
3)      Siswa bergabung dengan tim atau anggotanya yang telah ditentukan.
4)      Mendiskusikan masalah, guru membagikan LKS kepada setiap siswa tentang materi fungsi sebagai bahan yang akan dipelajari. Dalam kerja kelompok, setiap siswa berpikir bersama untuk mengembangkan dan meyakinkan bahwa setiap orang mengetahui jawaban dari pertanyaan yang ada dalam LKS atau pertanyaan yang telah diberikan oleh guru. Pertanyaan dapat bervariasi dari yang bersifat spesifik sampai yang bersifat umum.
5)      Memanggil nomor anggota, guru menyebut satu nomor untuk mempresentasikan hasil diskusi kelompok mereka. Kemudian para siswa dari tiap kelompok lain dengan nomor yang sama mengangkat tangan dan mencoba menjawab pertanyaan untuk seluruh kelas.          
6)      Memberi kesimpulan, guru memberikan kesimpulan atau jawaban akhir dari semua pertanyaan yang berhubungan dengan materi yang disajikan.
7)      Memberikan penghargaan, guru memberikan penghargaan berupa kata-kata pujian, tepuk tangan dan nilai yang lebih tinggi kepada kelompok yang hasil belajarnya lebih baik.
3.      Penutup: Evaluasi
1.      Dengan bimbingan guru siswa membuat rangkuman.
Untuk mengecek kemampuan siswa, maka diadakan tes akhir.
B.    Tujuan Pembelajaran Matematika
Matematika merupakan salah satu bidang studi yang diajarkan kepada siswa pada semua jenjang pendidikan. Dewasa ini perkembangan matematika sangat pesat, baik dari segi materi maupun kegunaannya. Matematika berfungsi mengembangkan kemampuan komunikasi dengan menggunakan bilangan-bilangan dan simbol-simbol serta ketajaman penalaran yang dapat memberi kejelasan dalam menyelesaikan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari.
Bidang studi matematika juga memiliki tujuan-tujuan tertentu. Adapun tujuan umum dari pengajaran matematika (Soedjadi, 2000) antara lain:
1.      Mempersiapkan anak didik agar sanggup menghadapi perubahan-perubahan keadaan di dalam kehidupan dunia yang senantiasa berubah, dan
2.      Mempersiapkan anak didik agar dapat menggunakan matematika dan pola pikir matematika dalam kehidupan sehari-hari dan dalam mempelajari berbagai ilmu pengetahuan.
Dari uraian di atas, jelaslah bahwa kehidupan di dunia semakin berkembang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dengan demikian siswa perlu memiliki kemampuan untuk memperoleh dan mengelola informasi agar dapat bertahan dalam keadaan yang terus berubah serta memiliki kemampuan bekerja sama.
Menurut bukunya Hudojo dan Santoso (1995) mengemukakan bahwa, “peranan matematika di dunia dewasa ini sangat dominan karena 60-80% kemajuan yang dicapai oleh Negara-negara maju sangat tergantung pada bidang matematika”. Indonesia sebagai Negara yang sedang membangun memerlukan matematika. Pada abad-21 ini matematika telah berkembang pesat, karena hampir semua bidang matematika yang dipelajari pada lembaga pendidikan digunakan dalam ilmu-ilmu lainnya.
Menurut Santoso dalam Simanjuntak menyatakan bahwa, “Fungsi matematika dapat merupakan ketahanan Indonesia pada abad ke-20 saat Indonesia menjadi jalan raya bagi seluruh bangsa”. Ini berarti pengetahuan tentang matematika merupakan kekuatan utama dan menjadi kekuasaan tertinggi serta memegang peranan penting dalam pembentukan ilmu lainnya.
C.    Faktor-Faktor Kesulitan Siswa dalam Belajar Matematika
Keberhasilan dalam proses belajar mengajar dipengaruhi oleh banyak faktor yang saling berhubungan antara satu dengan yang lainnya sehingga dapat membawa perubahan pada prestasi belajar siswa, termasuk dalam bidang matematika.
Matematika merupakan ilmu yang berkenaan dengan konsep abstrak yang disusun secara hierarki dan membutuhkan pemahaman secara bertahap dan berurutan. Kondisi ini membuat siswa beranggapan bahwa matematika merupakan materi ajar yang sulit. Hal ini terlihat dari keluhan siswa tentang pelajaran matematika yang terkesan sulit, tidak menarik dan  membosankan. Permasalahan ini tentu bermuara pada implementasi perhitungan yang rumit dan rumus-rumus yang sulit, sehingga  membuat banyak anak tidak menyukai pelajaran tersebut.
Siswa seringkali dihadapkan pada masalah-masalah dalam pembelajaran matematika. Siswa kadangkala bingung dan tidak dapat menemukan cara yang tepat untuk memecahkan masalah matematika yang dihadapinya. Guru hendaknya memberi kesempatan kepada siswa untuk dapat belajar sendiri, berbuat sendiri, berfikir bebas dan bekerja untuk mendapatkan sendiri konsep-konsep dan aturan-aturan dalam matematika. Dalam kaitan ini, Russefendi (1982) menyatakan bahwa “Mempelajari matematika diharapkan dapat membentuk pribadi siswa yang mempunyai sifat kreatif, kritis, berpikir logis, ilmiah, jujur, hemat, disiplin, tekun, berperikemanusiaan, sikap keadilan sosial dan bertanggung jawab terhadap kesejahteraan bangsa dan negara”.
Walaupun hampir semua orang menyadari bahwa sangat banyak manfaat yang diperoleh dalam kehidupan sehari-hari dengan mempelajari matematika, namun kenyataannya prestasi belajar matematika masih sangat rendah. Hal ini terjadi karena kurangnya minat siswa dalam mempelajari matematika. Oleh karena itu, guru harus mampu membangkitkan minat siswa melalui pendekatan-pendekatan pembelajaran  yang dapat mengakibatkan siswa lebih tertarik, mengerti dan berpartisipasi aktif terhadap pelajaran matematika. Sehingga siswa tidak lagi mengalami kesulitan dalam proses pembelajaran.
Faktor-faktor yang telah disebutkan di atas sangat berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa, oleh sebab itu perlu dijaga dan diatur sedemikian rupa, semuanya dapat menunjang peningkatan prestasi belajar siswa.
D.    Jenis-jenis Kesalahan Siswa dalam Mempelajari Materi Fungsi
1.      Jenis-jenis Kesalahan
Kesalahan merupakan suatu penyimpangan dari yang telah disepakati. Kesalahan juga disebut sesuatu yang keliru atau tidak semestinya. Apabila siswa menyimpang dan keliru dalam mempelajari suatu materi matematika khususnya materi fungsi, maka ia akan mengalami kesulitan pada saat mempelajari materi-materi selanjutnya. Hal ini dikarenakan materi-materi yang terdapat dalam matematika saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya. Adapun kesalahan yang sering dialami siswa ketika belajar matematika adalah sebagai berikut:
a.       Kesalahan konsep
Konsep merupakan aktivitas mental. Konsep akan terbentuk dari pengalaman-pengalaman seseorang. Menurut Hudojo (1990), “konsep baru terbentuk karena adanya pemahaman terhadap konsep sebelumnya, sehingga matematika itu konsepnya tersusun secara hierarkis”.
Adakalanya konsep yang telah ada pada siswa salah sehingga hal ini menyebabkan siswa terus beranggapan bahwa konsep yang dipahaminya benar, hal ini dikarenakan dalam proses belajar matematika menunjukkan hubungan yang hierarkis. Dalam mengajar konsep baru hal terpenting dan sangat kita butuhkan adalah konsep dasar. Disini hal yang harus dilakukan oleh seorang guru ketika menyampaikan konsep baru adalah menggunakan bahasa yang mudah dimengerti oleh siswa.
Contoh kesalahan konsep:
Buatlah diagram panah dari {(p, 1), (q, 2), (q, 3), (r, 4)}, apakah fungsi?


 

B
 

A
 
Jawaban:

 






Merupakan fungsi
Jawaban yang benar adalah:
Diagram panah di atas bukan merupakan fungsi, karena ada anggota A yaitu q memiliki lebih dari satu pasangan di B yaitu 2 dan 3.
b.      Kesalahan Prinsip
Prinsip merupakan objek matematika yang kompleks. Prinsip dapat berupa aksioma, teorema, dan sifat. Dalam penelitian ini siswa dikatakan mengalami kesalahan prinsip apabila:
1.      Tidak dapat menggunakan rumus
2.      Salah dalam menyebutkan atau menggunakan rumus
Contoh kesalahan prinsip dalam materi fungsi, yaitu:
Persamaan fungsi  memiliki daerah asal {-4, -3, -2, -1, 0, 1, 2, 3}, tentukan bayangan dari
Jawaban:
Jawaban yang benar adalah:
c.       Kesalahan Operasi
Operasi adalah aturan untuk memperoleh elemen tunggal dari satu atau lebih elemen yang diketahui. Apabila siswa salah dalam menggunakan aturan untuk memperoleh elemen tunggal dari satu atau lebih elemen yang diketahui pada penyelesaian atau menyimpang dari definisi operasi tersebut maka siswa tersebut dikatakan telah salah dalam mengoperasikan penyelesaian soal.
Dalam penelitian ini, siswa dikatakan mengalami kesalahan operasi apabila:
(1)   Salah dalam melakukan operasi penjumlahan
(2)   Salah dalam melakukan operasi pengurangan
(3)   Salah dalam menyatakan relasi dan fungsi, dan menentukan nilai fungsi.
Contoh kesalahan operasi dalam materi fungsi, yaitu:
Persamaan fungsi . Tentukan nilai y jika
Jawaban:
Jawaban yang benar adalah:
E.    Materi Fungsi
Salah satu materi matematika yang diajarkan di kelas VIII SMP/ MTs adalah materi fungsi. Materi ini diajarkan pada semester ganjil. Tujuan siswa mempelajari materi fungsi adalah agar siswa dapat menjelaskan, menyatakan masalah sehari-hari yang berkaitan dengan fungsi. Adapun materi yang diajarkan adalah relasi, pemetaan atau menentukan nilai fungsi.
1.      Pengertian relasi
Relasi dari himpunan A ke B adalah suatu aturan yang memasangkan anggota-anggota himpunan A dengan anggota-anggota himpunan B, dimana himpunan A adalah daerah asal (domain) dan himpunan B adalah daerah kawan (kodomain). Relasi antar dua himpunan yang ditentukan dapat dinyatakan dengan cara-cara berikut ini:
Relasi dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu:
1.      Diagram panah,
2.      Diagram cartesius, dan
3.      Himpunan pasangan berurutan.
Contoh:
Jika diketahui dua himpunan, M =  dan N =
a)      Nyatakan himpunan tersebut dengan relasi “kurang dari” ke diagram panah!
b)      Nyatakan pula diagram tersebut ke dalam diagram cartesius!
c)      Nyatakan relasi tersebut sebagai himpunan pasangan berurutan!

Jawab :
a)      Diagram Panah

















 

M
 

N
 

Kurang
dari
 
M = {3, 4, 5} dan N = {3, 4,  6}
 








b)      Diagram Cartesius
 










c)      Himpunan pasangan berurutan
(3, 4), (3, 6), (4, 6), dan (5,6)

2.      Pengertian Fungsi
Fungsi atau pemetaan dari himpunan A ke himpunan B adalah relasi khusus yang memasangkan setiap anggota A dengan tepat satu anggota B. Fungsi atau pemetaan dapat dinyatakan dengan tiga cara yaitu:
1)      Diagram panah
2)      Diagram cartesius
3)      Himpunan pasangan berurutan.
Contoh :
Diketahui A = {Angga, Ratna, Dewi, Randi} dan B = {Banda Aceh, Medan, Jakarta}. Himpunan A memuat nama-nama anak, dan himpunan B memuat kota kelahiran.
a)      Buatlah diagram panah yang menunjukkan pemetaan yang ditentukan dengan: Angga dan Ratna lahir di Banda Aceh, Dewi lahir di Jakarta, dan Randi lahir di Medan.
b)      Nyatakan f  dengan diagram cartesius!
c)      Nyatakan sebagai himpunan pasangan berurutan!
Jawab :
a)     





















                                       
 
Diagram Panah

Gambar 2.3
 
 












b)      Diagram cartesius
 









c)      Himpunan pasangan berurutan
{(Angga, Banda Aceh), (Ratna, Banda Aceh), (Dewi, Jakarta), (Randi, Medan)}.
3.      Menghitung nilai Fungsi
Jika fungsi f  memetakan , maka fungsi f  dapat dinyatakan dalam bentuk rumus fungsi yaitu , dengan menggunakan rumus fungsi, dapat diperoleh nilai-nilai fungsi tersebut untuk setiap nilai x yang diberikan. Caranya dengan mensubtitusikan (mengganti) nilai x pada rumus fungsi tersebut sehingga diperoleh nilai f(x) (Cholik Adinawan, 2002).
Contoh:
1.      Diketahui fungsi . Tentukan:
a.      Rumus fungsi
b.      Nilai fungsi untuk  dan
Jawab:
a.       Rumus fungsi adalah
b.      Nilai fungsi untuk
Nilai fungsi untuk
Jadi, nilai fungsi untuk  adalah  dan untuk  adalah 5.
DAFTAR PUSTAKA
Cholik Adinawan. (2002). Matematika untuk SMP Kelas VIII, Jakarta: Erlangga.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. (1995). Kurikulum Sekolah Menengah Atas, Jakarta: Depdikbud.
Depdiknas. (2004). Bahan Pelatihan Terintegrasi Berbasis Kompetensi Guru SMP, Sains-C4 Model-Model pembelajaran dalam pembelajaran Sains, Jakarta: Depdiknas.
E. T Russefendi. (1982).  Dasar-dasar Matematika Modern, Bandung: Trasito.
Herman Hudojo. (1990). Strategi Belajar Mengajar, Malang: IKIP Malang.
Hudojo. (1990). Pengembangan Kurikulum Matematika dan Pelaksanaan di Depan Kelas, Jakarta: Usaha Nasional.
Ibrahim, M, dkk. (2000). Pembelajaran Kooperatif, Surabaya: University Press.
M. Daloyono. (2007). Psikologi Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta.
Nurhadi. (2004). Kurikulum 2004 Pertanyaan dan Jawaban, Jakarta: Gramedia.
Rahma Johar, dkk. (2006). Strategi Belajar Mengajar, Banda Aceh: FKIP.
Riska Mayasari, Identifikasi Kesalahan Dalam Memahami Materi Relasi dan Fungsi Siswa Kelas VIII SMP Negeri 7 Banda Aceh. Skripsi. Banda Aceh: Universitas Syiah Kuala, 2011.
Slameto. (2003). Belajar dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya, Jakarta: Rineka Cipta.
Soedjadi. (2000). Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia, Jakarta: Direktorat Pendidikan Tinggi.
Syaiful Bahri Djamarah.( 2002). Psikologi Belajar, Jakarta: Rineka Cipta.
Syamsul Junaidi, Eko Siswono. (2004). Matematika SMP untuk kelas VIII, Jakarta; Erlangga.
Tarmizi, Kemampuan Siswa SMU Kelas II SMU Negeri 1 Kluet Utara Pada Pokok Pembahasan Fungsi Komposisi dan Fungsi Invers. Skripsi. Banda Aceh: Universitas Syiah Kuala, 2002.
Wahyudin Djumanta. (2005). Matematika untuk SMP kelas IX, (Bandung: Grafindo Media Pratama.

Wilson Simangunsong. (1991). Matematika Dasar, Jakarta: Erlangga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar