"ANALISIS KESALAHAN SISWA KELAS VIII MTsS DARUL IHSAN SIEM
ACEH BESAR TERHADAP MATERI FUNGSI DAN ALTERNATIF PEMBELAJARANNYA"
Oleh:
Ana Safrida
Mahasiswa UIN Ar-Raniry Darussalam, Banda Aceh
PENDAHULUAN
Matematika adalah salah satu cabang ilmu yang
memiliki kedudukan penting dalam kehidupan sehari-hari, dan menjadi faktor
pendukung dari perkembangan teknologi. Penanaman konsep matematika semenjak
dari sekolah dasar hingga ke perguruan tinggi, dapat memberikan bekal yang
cukup bagi siswa untuk mengaplikasikannya dalam menyelesaikan masalah
kehidupan bermasyarakat. Tidak sedikit orang yang menganggap bahwa matematika
itu tergolong ilmu yang unik bagi pengaturan kehidupan manusia. Banyak sekali
penggunaan matematika dalam kehidupan sehari-hari, khususnya materi fungsi.
Dalam kehidupan sehari-hari, secara umum kita dapat melihat bahwa suatu besaran
(kuantitas) bergantung pada satu atau lebih besaran lain. Misalnya pertumbuhan
tanaman bergantung pada banyak sinar matahari dan curah hujan, kecepatan suatu
mobil bergantung pada ukuran mesin, dan lain-lain. Menentukan hubungan antara
besaran yang satu dengan besaran yang lainnya adalah hal yang sangat penting
untuk dipelajari. Dalam matematika, hubungan antarbesaran tersebut dinamakan
fungsi (M. Cholik Adinawan, 2002).
Namun, banyak orang tidak menyukai matematika. Hal
ini disebabkan karena adanya anggapan bahwa matematika itu hanyalah ilmu yang
mempelajari sederetan rumus-rumus yang abstrak dan membosankan. Sehingga banyak
di antara mereka sering mengeluh ketika harus berhadapan dengan masalah yang
memerlukan ilmu matematika untuk menyelesaikannya. Meskipun demikian, masih
banyak permasalahan yang tidak dapat diselesaikan dengan baik. Misalnya, ketika seorang ingin menghitung
luas suatu bangunan, tetapi dia tidak mengetahui konsep dasar untuk
menyelesaikannya, maka akan terjadi kekeliruan dalam proses perhitungannya.
Oleh sebab itu, sangat dibutuhkan pemahaman yang kuat terhadap konsep
matematika itu sendiri, agar dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan
sehari-hari (Herman
Hudojo, 1990).
Ketidaksukaan terhadap bidang studi matematika bisa
diakibatkan karena adanya kesalahan pada proses belajar mengajar, sehingga
banyak yang tidak memahaminya. Kurangnya pemahaman siswa disebabkan oleh proses pembelajaran matematika yang
hanya berpusat pada guru, sedangkan siswa hanya menjadi “pendengar setia” yang
hanya mendengar apa yang disampaikan oleh gurunya, tanpa memahami dan
mengetahui makna yang terkandung dalam materi tersebut. Akibatnya siswa sering
lupa dan tidak bisa memecahkan soal-soal
yang diberikan oleh guru tersebut.
Untuk mengatasi kesulitan-kesulitan dan
masalah-masalah di atas, guru harus mampu menciptakan situasi belajar yang
aktif di dalam kelas. Selain itu, guru juga harus mengetahui kemampuan awal dan penguasaan siswa terhadap materi yang telah
diajarkan, dengan demikian pembelajaran akan dapat disesuaikan.
Selanjutnya proses pembelajaran pada materi ajar
matematika dibagi secara bertahap dan berkesinambungan antara satu materi
dengan materi berikutnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Herman Hudojo (1990) yang menyebutkan bahwa
“Mempelajari konsep B yang mendasar pada konsep A perlu memahami konsep A
terlebih dahulu. Karena tanpa memahami konsep A pasti tidak mungkin orang itu
memahami konsep B. Kondisi ini berarti mempelajari matematika haruslah bertahap,
terstruktur dan berurutan berdasarkan materi ajar yang lalu”.
Salah satu
materi pelajaran matematika yang wajib diikuti oleh siswa kelas VIII SMP/MTs
adalah materi fungsi. Dalam hal
ini penulis hanya membahas tentang relasi, fungsi dan menentukan nilai fungsi. Hubungan atau relasi
merupakan konsep dasar suatu fungsi. Oleh karena itu dibutuhkan pemahaman yang
baik tentang relasi dalam mempelajari fungsi. Relasi dan fungsi sangat erat
kaitannya dengan kehidupan sehari-hari. Seperti relasi yang menyatakan hubungan
antara negara dengan ibu kotanya,
hubungan antara orang tua dengan anak, dan lain-lain. Dari relasi-relasi
tersebut dapat dibentuk suatu fungsi yang menyatakan suatu hubungan.
Banyak faktor yang menyebabkan kesalahan siswa dalam menyelesaikan soal-soal
matematika khususnya pada materi fungsi. Hal ini disebabkan
karena pada umumnya proses pembelajarannya juga masih bersifat konvensional
yaitu pembelajaran dengan mengandalkan metodologi penyampaian yang tidak
bervariatif. Ketidak seriusan siswa dalam proses
belajar mengajar di kelas juga dapat
mengakibatkan kurangnya pemahaman siswa terhadap suatu materi tertentu sehingga
siswa akan mengalami kesulitan dan kesalahan dalam menyelesaikan soal-soal yang
diberikan oleh guru. Selain itu, lemahnya pemahaman dasar yang berkaitan dengan
materi fungsi dapat mengakibatkan kesulitan siswa dalam mempelajari materi
fungsi.
Relasi dan fungsi merupakan sub pokok bahasan yang
seharusnya mudah dipahami dan dimengerti siswa, namun pada kenyataannya masih
terdapat siswa yang mengalami kesulitan dalam memahami dan mengerjakan
soal-soal pada sub pokok bahasan tersebut. Perbedaan tingkat pemahaman dan
perbedaan tingkat kemampuan awal siswa juga dapat menyebabkan perbedaan
prestasi belajar siswa dalam mempelajari matematika khususnya materi fungsi.
Beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa
kesalahan yang dialami siswa pada materi fungsi bervariasi. Seperti penelitian
yang dilakukan oleh Riska Mayasari (2011) didapat bahwa: “kesalahan yang banyak
dilakukan siswa dalam mempelajari materi fungsi adalah kekeliruan dalam operasi, dan perhitungan yang
salah”. Selanjutnya hasil penelitian Tarmizi (2002) didapat juga bahwa:
“Kemampuan siswa kelas II SMU Negeri 1 Kluet Utara dalam menguasai materi
fungsi masih rendah. Hal ini kemungkinan dapat terjadi karena lemahnya
pemahaman dasar siswa pada materi fungsi yang diberikan di SMP”.
Permasalahan ini diperkuat lagi dari hasil pengamatan
penulis selama melakukan observasi dan wawancara dengan guru di MTsS Darul
Ihsan Siem, banyak ditemukan hal-hal seperti itu, dan pada umumnya siswa sulit
untuk menyelesaikan soal-soal yang berkaitan dengan materi fungsi. Hal
ini diduga penyebabnya karena
proses pembelajarannya yang masih
bersifat konvensional yaitu pembelajaran yang hanya berfokus pada Guru. Sedangkan siswa hanya
menerima apa yang disampaikan oleh gurunya tanpa mencoba untuk memahaminya
secara lebih detail. Akibatnya banyak dari mereka hanya mampu menghafal
rumus-rumus saja, tetapi tidak dapat mengaplikasikannya. Oleh karena itu, siswa
dituntut untuk lebih aktif sedangkan
guru dan buku paket hanya menjadi sarana untuk mencapai tujuan pembelajaran itu
sendiri.
Pada sub pokok bahasan relasi dan fungsi keaktifan siswa
sangat diperlukan karena pokok bahasan ini banyak menuntut siswa untuk dapat
mengkonstruksikan dan memahami materi secara mendalam. Materi ini bukan materi
hafalan sehingga jika siswa belum memahami konsepnya maka siswa akan kesulitan
dalam menyelesaikan soal-soal yang diberikan.
Salah satu alternatif model pembelajaran yang dapat mengembangkan keterampilan berkomunikasi dan
proses interaksi antara individu yaitu model pembelajaran kooperatif
tipe Numbered Head Together (NHT). Tipe
Numbered Head Together (NHT) merupakan jenis pembelajaran diskusi yang
dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan berbagai alternatif terhadap
struktur kelas tradisional (Depdiknas, 2004). Pada dasarnya model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) merupakan sebuah varian diskusi kelompok, ciri
khasnya adalah hanya menunjuk seorang siswa yang mewakili kelompoknya, tanpa
memberi tahu terlebih dahulu siapa yang akan mewakili kelompok itu. Cara ini
menjamin keterlibatan total semua siswa dan membantu mengembangkan hubungan
baik sesama siswa. Sehingga mereka berani beragumentasi tentang
pendapat-pendapat yang ingin mereka sampaikan.
Berdasarkan latar belakang inilah penulis tertarik
untuk melakukan penelitian dengan judul
“Analisis Kesalahan
Siswa Kelas VIII MTsS Darul Ihsan Siem, Aceh Besar terhadap Materi
Fungsi dan Alternatif Pembelajarannya”.
PEMBAHASAN
A.
Pembelajaran Matematika
1.
Pengertian Belajar
Belajar
dapat didefinisikan, “suatu usaha atau kegiatan yang bertujuan mengadakan
perubahan dalam diri seseorang, mencakup perubahan tingkah laku, sikap,
kebiasaan, ilmu pengetahuan, keterampilan, dan sebagainya” (M. Daloyono, 2007).
Secara
psikologi, belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu perubahan di dalam
tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi
kebutuhan hidupnya. Perubahan-perubahan tersebut akan dinyatakan dalam seluruh
aspek tingkah laku. Pengertian belajar dapat didefinisikan sebagai berikut:
“Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh
suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil
pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungan” (Slameto, 2003).
Menurut
Syaiful Bahri Djamarah (2002), belajar adalah serangkaian kegiatan jiwa raga untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu
dalam interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut kognitif, afektif, dan
psikomotor.
Sedangkan pembelajaran menurut Sudjana dalam Rahma Johar
(2006), menjelaskan bahwa: “Pembelajaran pada hakekatnya adalah suatu proses yaitu
proses mengatur dan mengorganisasi lingkungan yang ada di sekitar anak didik
sehingga dapat menumbuhkan dan mendorong anak didik melakukan proses belajar.
Pada tahap berikutnya pembelajaran adalah proses memberikan bimbingan atau
bantuan kepada anak didik dalam melakukan proses belajar”.
Dari
pengertian belajar di atas dapat disimpulkan bahwa proses belajar mengajar
adalah kegiatan merubah tingkah laku siswa sehingga dapat menumbuhkan minat
belajar yang kondusif dan akan meningkatkan prestasi belajar siswa.
Namun tujuan pembelajaran itu sendiri tidak akan dapat
tercapai dengan baik apabila guru dan siswa tidak saling bekerjasama dalam
proses belajar mengajar. Misalnya seorang guru tidak dapat menjalankan tugasnya
tanpa kehadiran siswa. Begitu pula sebaliknya, siswa tidak dapat belajar dengan
baik tanpa mendapat bimbingan dari seorang guru. Oleh karena itu, hubungan
timbal balik antara guru dan anak didik harus selalu terjalin dengan baik.
2.
Model-model
Pembelajaran
Model pembelajaran adalah suatu bentuk pola aktivitas
yang merupakan dasar pijakan guru mengorganisir kegiatan belajar dan mengajar.
Model juga berupa konsep dasar pengembangan kegiatan belajar mengajar karena
model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang menuntun guru menetapkan
prosedur dan langkah-langkah pembelajaran yang sistematis, petunjuk
mengorganisir kegiatan belajar mengajar, meramu komponen-komponen pembelajaran
yang dapat mengantarkan aktifitas anak didik aktif terlibat secara optimal (Rahma Johar, 2006).
Model merupakan cara-cara mengoperasikan suatu kegiatan pembelajaran.
Adapun beberapa model pembelajaran yang telah dikemukakan
oleh Rahma Johar, Dkk (2006) adalah sebagai berikut:
a.
Student Team Achievement Devision (STAD)
Adapun
langkah-langkah STAD adalah:
1.
Bentuk kelompok
beranggotakan lebih kurang empat orang secara heterogen.
2.
Guru menyajikan
materi.
3.
Guru memberi tugas
kelompok. Tiap anggota dapat menjelaskan kepada anggota lainnya sampai semua
anggota dalam kelompok itu mengerti.
4.
Guru memberi kuis/
pertanyaan kepada seluruh siswa. Pada saat menjawab kuis tidak boleh saling
membantu. Skor kelompok diperoleh dari penjumlahan nilai jawaban anggota.
5.
Memberi evaluasi.
6.
Penutup.
b.
Jigsaw (Model Tim
Ahli)
Adapun
langkah-langkah Jigsaw adalah:
1.
Siswa dikelompokkan
kedalam lebih kurang empat orang dan diberi inisial (T,E,A,M)
2.
Tiap anggota dalam
tim diberi materi yang berbeda.
3.
Tiap anggota dalam
tim mempelajari materi yang ditugaskan.
4.
Anggota dari tim
yang berbeda yang telah mempelajari bagian yang sama (berinisial sama) bertemu
dalam kelompok baru (kelompok ahli) untuk mendiskusikan sub bagian mereka.
5.
Setelah selesai
diskusi sebagai tim ahli, tiap anggota kembali ke kelompok asal dan bergantian
mengajar teman satu tim mereka tentang sebagian yang mereka kuasai.
6.
Tiap tim ahli
mempresentasikan hasil diskusi.
7.
Guru memberi
evaluasi.
8.
Penutup.
c.
Numbered Heads Together
(NHT)
Dalam penulisan ini, penulis mencoba menggunakan
alternatif pembelajaran yaitu model pembelajaran kooperatif tipe “Numbered Heads Together” (NHT).
Numbered Heads Together adalah suatu
Model pembelajaran yang lebih mengedepankan kepada aktivitas siswa dalam
mencari, mengolah, dan melaporkan informasi dari berbagai sumber yang akhirnya
dipresentasikan di depan kelas. NHT pertama kali dikenalkan oleh Spencer Kagan
dkk (1993). Model NHT adalah bagian dari model pembelajaran kooperatif
struktural, yang menekankan pada struktur-struktur khusus yang dirancang untuk
mempengaruhi pola interaksi siswa. Struktur Kagan menghendaki agar para siswa
bekerja saling bergantung pada kelompok-kelompok kecil secara kooperatif.
Struktur tersebut dikembangkan sebagai bahan alternatif dari sruktur kelas
tradisional seperti mangacungkan tangan terlebih dahulu untuk kemudian ditunjuk
oleh guru untuk menjawab pertanyaan yang telah dilontarkan. Suasana seperti ini
menimbulkan kegaduhan dalam kelas, karena para siswa saling berebut dalam
mendapatkan kesempatan untuk menjawab pertanyaan peneliti.
Meskipun model kooperatif tipe NHT memiliki banyak persamaan dengan model
kooperatif yang lain, namun model kooperatif tipe NHT ini memberi penekanan
pada penggunaan struktur tertentu yang dirancang untuk mempengaruhi pola
interaksi siswa. NHT adalah suatu model kooperatif yang dikembangkan untuk
melibatkan lebih banyak siswa dalam menelaah materi yang tercakup dalam suatu
pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut sebagai
gantinya mengajukan pertanyaan kepada seluruh kelas (Ibrahim, M, dkk, 2000).
Menurut Nurhadi (2004), dalam
model pembelajaran kooperatif tipe NHT guru
menggunakan 4 langkah pembelajaran.
Adapun langkah-langkah tersebut adalah sebagai berikut:
1. Langkah
I - Penomoran (Numbering) guru
membagi para siswa menjadi beberapa kelompok atau tim yang beranggotakan 3
hingga 5 orang memberi mereka nomor sehingga tiap siswa dalam tim memiliki
nomor berbeda.
2. Langkah
II - Pengajuan pertanyaan (Question):
Guru mengajukan pertanyaan.
Pertanyaan dapat
bervariasi, dari bersifat spesifik hingga yang bersifat umum.
3. Langkah
III - Berfikir bersama (Heads Together):
para siswa berfikir bersama untuk menggambarkan dan meyakinkan bahwa tiap orang
mengetahui jawaban tersebut.
4. Langkah
IV - Pemberian jawaban (Answering):
Guru menyebutkan satu nomor dan para siswa dari tiap kelompok dengan nomor yang
sama mengangkat tangan dan menyiapkan
jawaban untuk satu kelas.
Langkah-langkah
tersebut kemudian dikembangkan menjadi tiga langkah sesuai dengan kebutuhan pelaksanaan penelitian ini. Ketiga langkah tersebut adalah sebagai
berikut:
1.
Pendahuluan: Persiapan
a)
Guru menjelaskan
tentang pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT).
b)
Guru menyampaikan
tujuan pembelajaran.
c)
Guru melakukan
apersepsi.
d)
Guru memberikan
motivasi pada siswa
2.
Kegiatan Inti:
Pelaksanaan pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT).
1)
Penomoran,
guru membagi siswa dalam kelompok beranggotakan 3
hingga 5 orang dan kepada setiap anggota kelompok diberi nomor
antara 1 sampai 5.
2)
Guru menjelaskan
secara singkat tentang materi Relasi dan Fungsi.
3)
Siswa bergabung
dengan tim atau anggotanya yang telah ditentukan.
4)
Mendiskusikan
masalah, guru
membagikan LKS kepada setiap siswa tentang materi fungsi sebagai bahan yang
akan dipelajari. Dalam kerja kelompok, setiap siswa berpikir bersama untuk
mengembangkan dan meyakinkan bahwa setiap orang mengetahui jawaban dari
pertanyaan yang ada dalam LKS atau pertanyaan yang telah diberikan oleh guru.
Pertanyaan dapat bervariasi dari yang bersifat spesifik sampai yang bersifat
umum.
5)
Memanggil nomor anggota, guru menyebut satu nomor untuk mempresentasikan
hasil diskusi kelompok mereka. Kemudian para siswa dari tiap kelompok lain
dengan nomor yang sama mengangkat tangan dan
mencoba menjawab pertanyaan untuk seluruh kelas.
6)
Memberi kesimpulan, guru memberikan
kesimpulan atau jawaban akhir dari semua pertanyaan yang berhubungan dengan
materi yang disajikan.
7)
Memberikan penghargaan, guru memberikan penghargaan berupa kata-kata pujian,
tepuk tangan dan nilai yang lebih tinggi kepada kelompok yang hasil belajarnya
lebih baik.
3. Penutup: Evaluasi
1. Dengan bimbingan guru siswa membuat rangkuman.
Untuk
mengecek kemampuan siswa, maka diadakan tes akhir.
B.
Tujuan Pembelajaran Matematika
Matematika merupakan salah satu bidang studi yang
diajarkan kepada siswa pada semua jenjang pendidikan. Dewasa ini perkembangan
matematika sangat pesat, baik dari segi materi maupun kegunaannya. Matematika
berfungsi mengembangkan kemampuan komunikasi dengan menggunakan
bilangan-bilangan dan simbol-simbol serta ketajaman penalaran yang dapat
memberi kejelasan dalam menyelesaikan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari.
Bidang studi matematika juga memiliki
tujuan-tujuan tertentu. Adapun tujuan umum dari pengajaran matematika (Soedjadi, 2000)
antara lain:
1.
Mempersiapkan anak
didik agar sanggup menghadapi perubahan-perubahan keadaan di dalam kehidupan
dunia yang senantiasa berubah, dan
2.
Mempersiapkan anak
didik agar dapat menggunakan matematika dan pola pikir matematika dalam
kehidupan sehari-hari dan dalam mempelajari berbagai ilmu pengetahuan.
Dari uraian di atas,
jelaslah bahwa kehidupan di dunia semakin berkembang sesuai dengan perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi. Dengan demikian siswa perlu memiliki kemampuan
untuk memperoleh dan mengelola informasi agar dapat bertahan dalam keadaan yang
terus berubah serta memiliki kemampuan bekerja sama.
Menurut bukunya
Hudojo dan Santoso (1995) mengemukakan bahwa, “peranan matematika di dunia dewasa ini sangat dominan
karena 60-80% kemajuan yang dicapai oleh Negara-negara maju sangat tergantung
pada bidang matematika”. Indonesia sebagai Negara yang sedang membangun
memerlukan matematika. Pada abad-21 ini matematika telah berkembang pesat,
karena hampir semua bidang matematika yang dipelajari pada lembaga pendidikan
digunakan dalam ilmu-ilmu lainnya.
Menurut Santoso
dalam Simanjuntak menyatakan bahwa, “Fungsi matematika dapat merupakan
ketahanan Indonesia pada abad ke-20 saat Indonesia menjadi jalan raya bagi
seluruh bangsa”. Ini berarti pengetahuan tentang matematika merupakan kekuatan
utama dan menjadi kekuasaan tertinggi serta memegang peranan penting dalam
pembentukan ilmu lainnya.
C.
Faktor-Faktor Kesulitan Siswa dalam Belajar Matematika
Keberhasilan dalam proses belajar mengajar dipengaruhi
oleh banyak faktor yang saling berhubungan antara satu dengan yang lainnya
sehingga dapat membawa perubahan pada prestasi belajar siswa, termasuk dalam
bidang matematika.
Matematika merupakan ilmu yang berkenaan dengan konsep
abstrak yang disusun secara hierarki dan membutuhkan pemahaman secara bertahap
dan berurutan. Kondisi ini membuat siswa beranggapan bahwa matematika merupakan
materi ajar yang sulit. Hal ini terlihat dari keluhan siswa tentang pelajaran
matematika yang terkesan sulit, tidak menarik dan membosankan. Permasalahan ini tentu bermuara
pada implementasi perhitungan yang rumit dan rumus-rumus yang sulit,
sehingga membuat banyak anak tidak
menyukai pelajaran tersebut.
Siswa seringkali dihadapkan pada masalah-masalah dalam
pembelajaran matematika. Siswa kadangkala bingung dan tidak dapat menemukan
cara yang tepat untuk memecahkan masalah matematika yang dihadapinya. Guru
hendaknya memberi kesempatan kepada siswa untuk dapat belajar sendiri, berbuat
sendiri, berfikir bebas dan bekerja untuk mendapatkan sendiri konsep-konsep dan
aturan-aturan dalam matematika. Dalam kaitan ini, Russefendi (1982) menyatakan
bahwa “Mempelajari matematika diharapkan dapat membentuk pribadi siswa yang
mempunyai sifat kreatif, kritis, berpikir logis, ilmiah, jujur, hemat,
disiplin, tekun, berperikemanusiaan, sikap keadilan sosial dan bertanggung
jawab terhadap kesejahteraan bangsa dan negara”.
Walaupun hampir semua orang menyadari bahwa sangat banyak
manfaat yang diperoleh dalam kehidupan sehari-hari dengan mempelajari
matematika, namun kenyataannya prestasi belajar matematika masih sangat rendah.
Hal ini terjadi karena kurangnya minat siswa dalam mempelajari matematika. Oleh
karena itu, guru harus mampu membangkitkan minat siswa melalui
pendekatan-pendekatan pembelajaran yang
dapat mengakibatkan siswa lebih tertarik, mengerti dan berpartisipasi aktif
terhadap pelajaran matematika. Sehingga siswa tidak lagi mengalami kesulitan
dalam proses pembelajaran.
Faktor-faktor yang telah disebutkan di atas sangat
berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa, oleh sebab itu perlu dijaga dan
diatur sedemikian rupa, semuanya dapat menunjang peningkatan prestasi belajar
siswa.
D.
Jenis-jenis Kesalahan Siswa dalam Mempelajari Materi Fungsi
1.
Jenis-jenis
Kesalahan
Kesalahan merupakan suatu penyimpangan dari
yang telah disepakati. Kesalahan juga disebut sesuatu yang keliru atau tidak
semestinya. Apabila siswa menyimpang dan keliru dalam mempelajari suatu materi
matematika khususnya materi fungsi, maka ia akan mengalami kesulitan pada saat
mempelajari materi-materi selanjutnya. Hal ini dikarenakan materi-materi yang
terdapat dalam matematika saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya.
Adapun kesalahan yang sering dialami siswa ketika belajar matematika adalah
sebagai berikut:
a.
Kesalahan konsep
Konsep merupakan aktivitas mental. Konsep akan terbentuk
dari pengalaman-pengalaman seseorang. Menurut Hudojo (1990), “konsep baru
terbentuk karena adanya pemahaman terhadap konsep sebelumnya, sehingga
matematika itu konsepnya tersusun secara hierarkis”.
Adakalanya konsep yang telah ada pada siswa salah
sehingga hal ini menyebabkan siswa terus beranggapan bahwa konsep yang
dipahaminya benar, hal ini dikarenakan dalam proses belajar matematika
menunjukkan hubungan yang hierarkis. Dalam mengajar konsep baru hal terpenting
dan sangat kita butuhkan adalah konsep dasar. Disini hal yang harus dilakukan
oleh seorang guru ketika menyampaikan konsep baru adalah menggunakan bahasa yang
mudah dimengerti oleh siswa.
Contoh kesalahan
konsep:
Buatlah diagram panah dari {(p, 1), (q, 2), (q, 3), (r, 4)}, apakah fungsi?
|
|
|
Jawaban:
Merupakan fungsi
Jawaban yang benar
adalah:
Diagram panah di atas bukan merupakan fungsi, karena ada
anggota A yaitu q memiliki
lebih dari satu pasangan di B yaitu 2 dan 3.
b.
Kesalahan Prinsip
Prinsip merupakan
objek matematika yang kompleks. Prinsip dapat berupa aksioma, teorema, dan
sifat. Dalam penelitian ini siswa dikatakan mengalami kesalahan prinsip
apabila:
1.
Tidak dapat
menggunakan rumus
2.
Salah dalam
menyebutkan atau menggunakan rumus
Contoh kesalahan prinsip dalam materi
fungsi, yaitu:
Persamaan
fungsi memiliki daerah asal {-4, -3, -2, -1, 0, 1, 2,
3}, tentukan bayangan dari
Jawaban:
Jawaban
yang benar adalah:
c.
Kesalahan Operasi
Operasi adalah aturan untuk memperoleh elemen tunggal
dari satu atau lebih elemen yang diketahui. Apabila siswa salah dalam
menggunakan aturan untuk memperoleh elemen tunggal dari satu atau lebih elemen
yang diketahui pada penyelesaian atau menyimpang dari definisi operasi tersebut
maka siswa tersebut dikatakan telah salah dalam mengoperasikan penyelesaian
soal.
Dalam penelitian
ini, siswa dikatakan mengalami kesalahan operasi apabila:
(1)
Salah dalam
melakukan operasi penjumlahan
(2)
Salah dalam
melakukan operasi pengurangan
(3)
Salah dalam
menyatakan relasi dan fungsi, dan menentukan nilai fungsi.
Contoh kesalahan operasi dalam materi
fungsi, yaitu:
Persamaan fungsi .
Tentukan nilai y jika
Jawaban:
Jawaban yang benar adalah:
E.
Materi Fungsi
Salah satu materi
matematika yang diajarkan di kelas VIII SMP/ MTs adalah materi fungsi. Materi
ini diajarkan pada semester ganjil. Tujuan siswa mempelajari materi fungsi
adalah agar siswa dapat menjelaskan, menyatakan masalah sehari-hari yang
berkaitan dengan fungsi. Adapun materi yang diajarkan adalah relasi, pemetaan
atau menentukan nilai fungsi.
1.
Pengertian relasi
Relasi dari himpunan
A ke B adalah suatu aturan yang memasangkan anggota-anggota himpunan A dengan
anggota-anggota himpunan B, dimana himpunan A adalah daerah asal (domain) dan himpunan B adalah daerah kawan (kodomain). Relasi antar dua himpunan yang ditentukan dapat
dinyatakan dengan cara-cara berikut ini:
Relasi
dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu:
1.
Diagram panah,
2.
Diagram cartesius, dan
3.
Himpunan pasangan
berurutan.
Contoh:
Jika diketahui dua
himpunan, M = dan N =
a)
Nyatakan himpunan tersebut
dengan relasi “kurang dari” ke diagram panah!
b)
Nyatakan pula
diagram tersebut ke dalam diagram cartesius!
c)
Nyatakan relasi
tersebut sebagai himpunan pasangan berurutan!
Jawab :
a)
Diagram Panah
|
|
|
|
M = {3, 4, 5} dan N = {3, 4, 6}
b) Diagram Cartesius
c)
Himpunan pasangan
berurutan
(3, 4), (3,
6), (4, 6), dan (5,6)
2.
Pengertian Fungsi
Fungsi atau pemetaan dari himpunan A ke himpunan B adalah
relasi khusus yang memasangkan setiap anggota A dengan tepat satu anggota B.
Fungsi atau pemetaan dapat dinyatakan dengan tiga cara yaitu:
1)
Diagram panah
2)
Diagram cartesius
3)
Himpunan pasangan
berurutan.
Contoh :
Diketahui A =
{Angga, Ratna, Dewi, Randi} dan B = {Banda Aceh, Medan, Jakarta}. Himpunan A
memuat nama-nama anak, dan himpunan B memuat kota kelahiran.
a) Buatlah diagram panah yang menunjukkan pemetaan f yang
ditentukan dengan: Angga dan Ratna lahir di Banda
Aceh, Dewi lahir di Jakarta, dan Randi lahir di Medan.
b) Nyatakan f dengan diagram cartesius!
c) Nyatakan f sebagai himpunan pasangan berurutan!
Jawab :
a)
|
Diagram Panah
|
|||||
b) Diagram cartesius
c)
Himpunan pasangan
berurutan
{(Angga,
Banda Aceh), (Ratna, Banda Aceh), (Dewi, Jakarta), (Randi, Medan)}.
3.
Menghitung nilai
Fungsi
Jika fungsi f
memetakan
,
maka fungsi f dapat dinyatakan dalam bentuk rumus fungsi yaitu ,
dengan menggunakan rumus fungsi, dapat diperoleh nilai-nilai fungsi tersebut
untuk setiap nilai x yang diberikan.
Caranya dengan mensubtitusikan (mengganti) nilai x pada rumus fungsi tersebut sehingga diperoleh nilai f(x)
(Cholik Adinawan, 2002).
Contoh:
1.
Diketahui fungsi .
Tentukan:
a.
Rumus fungsi
b.
Nilai fungsi untuk dan
Jawab:
a.
Rumus fungsi adalah
b.
Nilai fungsi untuk
Nilai fungsi untuk
Jadi, nilai fungsi
untuk adalah dan untuk adalah 5.
DAFTAR
PUSTAKA
Cholik Adinawan. (2002). Matematika untuk SMP Kelas VIII, Jakarta: Erlangga.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. (1995). Kurikulum Sekolah Menengah Atas, Jakarta:
Depdikbud.
Depdiknas. (2004). Bahan
Pelatihan Terintegrasi Berbasis Kompetensi Guru SMP, Sains-C4 Model-Model pembelajaran
dalam pembelajaran Sains, Jakarta: Depdiknas.
E. T Russefendi. (1982). Dasar-dasar Matematika Modern, Bandung:
Trasito.
Herman
Hudojo. (1990). Strategi Belajar Mengajar, Malang: IKIP Malang.
Hudojo. (1990). Pengembangan
Kurikulum Matematika dan Pelaksanaan di Depan Kelas, Jakarta: Usaha
Nasional.
Ibrahim, M, dkk. (2000). Pembelajaran Kooperatif, Surabaya:
University Press.
M. Daloyono. (2007). Psikologi
Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta.
Nurhadi. (2004).
Kurikulum 2004 Pertanyaan
dan Jawaban, Jakarta: Gramedia.
Rahma Johar, dkk. (2006). Strategi
Belajar Mengajar, Banda Aceh: FKIP.
Riska Mayasari, Identifikasi
Kesalahan Dalam Memahami Materi Relasi dan Fungsi Siswa Kelas VIII SMP Negeri 7
Banda Aceh. Skripsi. Banda Aceh: Universitas Syiah Kuala, 2011.
Slameto. (2003). Belajar dan
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya, Jakarta: Rineka Cipta.
Soedjadi. (2000). Kiat Pendidikan
Matematika di Indonesia, Jakarta: Direktorat Pendidikan Tinggi.
Syaiful Bahri Djamarah.( 2002). Psikologi
Belajar, Jakarta: Rineka Cipta.
Syamsul
Junaidi, Eko Siswono. (2004). Matematika SMP untuk kelas
VIII, Jakarta; Erlangga.
Tarmizi, Kemampuan Siswa SMU Kelas II
SMU Negeri 1 Kluet Utara Pada Pokok Pembahasan Fungsi Komposisi dan Fungsi
Invers.
Skripsi. Banda Aceh: Universitas Syiah Kuala, 2002.
Wahyudin
Djumanta. (2005). Matematika untuk SMP kelas
IX, (Bandung: Grafindo Media Pratama.
Wilson
Simangunsong. (1991). Matematika Dasar, Jakarta: Erlangga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar