"Penerapan Model Kooperatif Tipe NHT pada Materi Peluang Bagi Siswa Kelas XI
MAS Darul Ihsan Tahun Pelajaran 2013/2014"
Oleh:
Maulidiya
Mahasiswa UIN Ar-Raniry Darussalam,
Banda Aceh
A. PENDAHULUAN
Pendidikan
merupakan salah satu faktor penting untuk meningkatkan kecerdasan, karena
pendidikan dapat mendorong dan menentukan maju mundurnya suatu bangsa.
Matematika sebagai salah satu pengetahuan dasar memiliki peranan penting bagi kemajuan pendidikan. Sebagaimana dikutip dari Lisnawati Simanjuntak, dkk. yaitu ”Jatuh
bangunnya suatu negara bergantung kepada kemajuan di bidang matematika” (Lisnawati Simanjuntak, 1993).
Dalam proses pembelajaran di sekolah, matematika adalah mata pelajaran
yang kurang diminati oleh sebagian siswa. Hal ini dikarenakan sifat matematika
yang mempunyai objek kajian yang abstrak. Adanya kesulitan dalam belajar
matematika dan kurang minatnya siswa menjadikan prestasi belajar matematika
rendah dibanding dengan mata pelajaran lain (Miftahul Cahyaningsih , 2011).
Mujiono mengemukakan bahwa, ”Dalam
proses belajar mengajar ada lima komponen penting yang berpengaruh bagi
keberhasilan belajar siswa, yaitu bahan ajar, suasana belajar, media dan sumber
belajar, serta guru sebagai subjek pembelajaran. Komponen-komponen tersebut
sangat penting dilaksanakan dalam proses belajar. Jika salah satu komponen ini
melemah, maka tujuan pembelajaran tidak akan tercapai secara optimal” ( Widiarko
Sigit, 2008).
Untuk membantu hal tersebut, salah
satu caranya adalah mengajar dengan menggunakan pemilihan model yang sesuai
dengan materi yang diajarkan. Salah satu model yang dapat diterapkan dalam
pembelajaran matematika adalah model kooperatif
tipe Numbered Head Together (NHT). Model pembelajaran NHT
adalah sebuah model pembelajaran yang dapat melibatkan siswa secara aktif dalam
pembelajaran, dan mendorong pembelajaran mandiri sementara guru hanya bertindak
sebagai fasilitator. Dengan model ini diharapkan siswa tidak hanya menghafal
sejumlah rumus-rumus, tetapi juga memahami konsep-konsep dari rumus tersebut.
Sehingga dapat digunakan dalam menyelesaikan soal-soal matematika,
mengulanginya dan memprediksi kemungkinan soal yang lebih sulit yang akan
diberikan guru di waktu-waktu selanjutnya. Dengan demikian, pembelajaran
tersebut akan lebih membekas pada setiap siswa dan lebih bermakna.
Menurut
Arends (dalam Maria ulfah) ”Pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together memiliki prosedur yang ditetapkan secara
eksplisit untuk memberi siswa lebih banyak berpikir, menjawab, dan saling
membantu satu sama lain” (Maria
Ulfah, 2008). Adapun kelebihan dari pembelajaran NHT adalah setiap siswa dalam
kelompoknya berusaha untuk mengetahui jawaban pertanyaan yang diberikan (semua
siswa aktif), karena setiap nomor akan dipanggil, dan siswa yang pandai dapat membantu
siswa yang kurang pandai, dapat melatih siswa untuk meningkatkan keterampilan
berkomunikasi mulai dari diskusi kelompok dan presentasi jawaban suatu
pertanyaan, serta dapat meningkatkan berpikir siswa baik secara individu maupun
kelompok. Sedangkan kelemahan NHT
adalah kemungkinan nomor yang telah dipanggil, akan dipanggil lagi oleh guru dan tidak semua
anggota kelompok dipanggil oleh guru. Oleh karena itu, untuk mengatasi
kelemahan tersebut guru harus menyediakan catatan untuk mencatat label siswa
yang telah terpanggil. Dengan
penggunaan alat peraga melalui model pembelajaran NHT, diharapkan pembelajaran yang terjadi dapat lebih bermakna dan
memberi kesan yang kuat kepada siswa.
Materi atau bahan ajar juga memiliki peranan penting dalam proses
pembelajaran. Guru harus mengenal faktor-faktor yang harus dikembangkan dalam
memilih bahan ajar. Di samping itu guru juga harus mahir dalam mengelola bahan
ajar sehingga pembelajaran di kelas menjadi menarik dan memudahkan siswa dalam
memahaminya. Selain itu, suasana belajar juga berperan penting dalam menentukan keberhasilan
suatu proses pembelajaran. Siswa akan dapat belajar dengan baik apabila guru mampu menciptakan suasana belajar yang kondusif. Suasana yang mendukung akan mendorong terlaksananya proses belajar yang nyaman dan
menyenangkan. Suasana belajar yang kondusif
akan mengantarkan siswa pada hasil belajar yang optimal.
Hasil observasi awal yang dilakukan
oleh peneliti pada MAS Darul Ihsan menunjukkan bahwa pembelajaran matematika di
sekolah tersebut masih menggunakan metode pembelajaran konvensional yaitu suatu
metode pembelajaran yang banyak didominasi oleh guru, sementara siswa duduk secara pasif menerima informasi pengetahuan dan keterampilan. Hal
ini disebabkan karena guru dalam mengajar hanya menggunakan metode ceramah dan
berfokus pada buku paket siswa serta menjelaskan apa yang ada pada buku paket.
Hal tersebut dapat membawa siswa cepat bosan dalam proses pembelajaran. Sehingga siswa hanya dapat
memahami sendiri, tanpa bisa membagi pengetahuannya kepada kawan yang lain.
Padahal siswa diharuskan agar lebih aktif dan kreatif.
Salah satu materi matematika yang
sulit dipahami siswa dan rendah nilainya adalah materi Peluang. Materi peluang
yang diajarkan di sekolah menengah merupakan suatu materi yang dikategorikan
sulit dicerna oleh siswa bahkan siswa mengalami banyak kendala dalam memahami
materi tersebut (Andriani, 2012). Materi peluang membicarakan tentang mencari
hasil perhitungan bilangan dengan menggunakan rumus tertentu. Apabila siswa
tidak memahami konsep dasar materi peluang dengan jelas dan tepat, maka akan
mengakibatkan siswa mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal-soal tentang
aplikasi materi peluang dalam bentuk mencari jumlah bilangan.
Berdasarkan observasi awal yang
dilakukan peneliti menemukan bahwa kebanyakan siswa mengalami kesulitan dalam
menguasai konsep-konsep pada pokok bahasan peluang, khususnya pada materi
Permutasi dan Kombinasi. Pada materi tersebut, siswa
mengalami kesulitan dalam membedakan antara masalah permutasi dengan masalah
kombinasi. Demikian juga banyak siswa
yang tertukar
dalam menggunakan aturan atau rumus untuk menyelesaikan soal-soal yang
diberikan. Sehingga siswa tidak dapat menyelesaikan soal-soal dengan benar. Hal ini akan berdampak
pada rendahnya prestasi belajar siswa, sehingga tidak tercapainya target
ketuntasan belajar siswa.
Untuk mengatasi masalah tersebut, guru
perlu menerapkan model pembelajaran yang sesuai untuk membantu ketuntasan
belajar siswa. Dalam hal ini, penerapan model pembelajaran yang bertujuan
meningkatkan penguasaan akademik siswa seperti model pembelajaran kooperatif
tipe Numbered Heads Together dapat
diterapkan.
Materi Peluang dianggap cocok diajarkan
melalui model pembelajaran NHT karena antara model pembelajaran NHT dengan materi Peluang mempunyai
keterkaitan. Di mana model pembelajaran
kooperatif tipe Numbered Heads Together
merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menekankan pada struktur
khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan memiliki
tujuan untuk meningkatkan penguasaan akademik.
Berdasarkan permasalahan di atas,
maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul: ” Penerapan
Model Kooperatif Tipe NHT pada Materi Peluang Bagi Siswa Kelas XI MAS Darul
Ihsan Tahun Pelajaran 2013/2014.”
B. PEMBAHASAN
1.
Tujuan Pembelajaran Matematika di SMA
Belajar pada
hakikatnya adalah perubahan yang terjadi di dalam diri seseorang setelah
berakhirnya melakukan aktivitas belajar (Syaiful Bahri Jamarah, 2002). Perubahan
tersebut dapat diamati dengan adanya interaksi antara individu dan
lingkungannya. Adapun pembelajaran adalah proses interaksi siswa dengan guru
dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan
bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses pemerolehan ilmu dan
pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan
kepercayaan pada siswa. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses untuk
membantu siswa agar dapat belajar dengan baik.
Matematika
merupakan ilmu pengetahuan yang memiliki ciri khas bila dibandingkan dengan
ilmu pengetahuan lain, yaitu memiliki objek kajian yang abstrak dan berpola
pikir deduktif. Matematika mampu melatih manusia untuk belajar berpikir secara
praktis menggunakan logika, bersikap kritis dan kreatif serta sistematis dalam
setiap tindakannya. Matematika juga berfungsi mengembangkan kemampuan
berhitung, mengukur, menurunkan dan menggunakan rumus matematika dalam
kehidupan sehari-hari. Sehingga diperlukan pembelajaran yang baik untuk
mempelajari matematika.
Secara
umum bidang study matematika memiliki
tujuan sebagai berikut:
1. Mempersiapkan siswa agar
mampu menghadapi perubahan keadaan didalam kehidupan dan dunia yang selalu
berkembang, dan
2. Mempersiapkan siswa agar
dapat menggunakan matematika dan pola pikir matematika dalam kehidupan
sehari-hari dan dalam mempelajari berbagai ilmu pengetahuan (Soedjadi, 2000).
Tujuan pembelajaran
matematika di sekolah menengah disesuaikan dengan kurikulum yang diterapkan.
Dimana kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan,
isi, dan bahan pelajaran serta cara yang
digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan untuk mencapai tujuan
pendidikan tertentu. Tujuan pembelajaran matematika yang tercantum dalam
Kurikulum 2013 pada jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA) adalah sebagai berikut:
1. Memahami
konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan
konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan
masalah.
2. Menggunakan
penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat
generalisasi, menyusun bukti atau menjelaskan gagasan dan pertanyaan
matematika.
3. Memecahkan
masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika,
menyelesaikan model matematika dan menafsirkan solusi yang diperoleh.
4. Mengkomunikasikan
gagasan dengan simbol, tabel, diagram atau media lain untuk memperjelas keadaan
atau masalah.
5. Memiliki
sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan yaitu memiliki rasa ingin
tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari matematika, serta sifat ulet dan
percaya diri dalam pemecahan masalah (Badan
Standar Nasional Pendidikan, 2006).
Hal ini menunjukkan bahwa tujuan pembelajaran
matematika bukan hanya mengalihkan pengetahuan matematika kepada siswa, tetapi
juga mengembangkan intelektual siswa agar dapat menggunakan pengetahuan matematika yang
dimiliki tersebut di dalam kehidupannya.
2. Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT
a.
Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif
Soekamto dalam Rahmah Johar berpendapat ”model
pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang
sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan
belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran
serta para pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas belajar
mengajar”( Rahmah Johar, 2006). Pedoman itu memuat tanggung jawab guru dalam
merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi kegiatan pembelajaran.
Pembelajaran
kooperatif adalah salah satu model pembelajaran dimana aktifitas pembelajaran
dilakukan guru dengan menciptakan kondisi belajar yang memungkinkan terjadinya
proses belajar sesama siswa. Proses interaksi akan dimungkinkan apabila guru
mengatur kegiatan pembelajaran dalam suatu setting dimana
siswa bekerja dalam suatu kelompok.
Menurut Egger dan Kauchak dalam Rahmah Johar: “Pembelajaran kooperatif
merupakan suatu kumpulan strategi mengajar yang digunakan guru untuk menciptakan kondisi belajar sesama siswa. Siswa yang
satu membantu siswa lainnya dalam mempelajari sesuatu”.
Secara umum, terdapat enam fase atau langkah utama
pembelajaran kooperatif, seperti terlihat pada tabel berikut:
Tabel 2.1 Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif
Fase
|
Kegiatan
Guru
|
Fase – 1
Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa
|
Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang
ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar
|
Fase – 2
Menyajikan informasi
|
Guru menyajikan informasi kepada siswa baik
dengan peragaan atau teks
|
Fase – 3
Mengorganisasikan siswa ke dalam
kelompok-kelompok belajar
|
Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya
membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan
perubahan efisien. (Membagi kelompok dengan memperhatikan jenis kelamin dan
tingkat kecerdasan. Setelah kelompok terbentuk guru memberikan tugas/LKS)
|
Fase – 4
Membimbing kelompok bekerja dan belajar
|
Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada
saat mereka mengerjakan tugas mereka
|
Fase – 5
Evaluasi
|
Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi
yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempersentasekan hasil
kerjanya
|
Fase – 6
Memberikan penghargaan
|
Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik
upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok
|
Sumber: Muslimin Ibrahim, dkk., Pembelajaran
Kooperatif (Surabaya:
Unesa Press, 2000), hal. 10.
b.
Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT
NHT merupakan salah satu tipe
model pembelajaran kooperatif yaitu suatu metode belajar dimana setiap siswa
diberi nomor kemudian dibuat suatu kelompok kemudian secara acak guru memanggil
nomor dari siswa.
Menurut Nurhadi ada 4 langkah pembelajaran kooperatif tipe Numbered
Heads Together (NHT) yang dapat digunakan guru
yaitu:
1. Langkah
I: Penomoran (Numbering); guru
membagi para siswa menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan 4-6 orang dan
memberi mereka nomor sehingga tiap siswa dalam tim memiliki nomor yang berbeda.
2. Langkah
II: Pengajuan Pertanyaan (Questioning); guru mengajukan pertanyaan
secara klasikal.
3. Langkah
III: Berpikir Bersama (Heads Together); para siswa berpikir bersama
untuk menggambarkan dan meyakinkan tiap orang mengetahui jawabannya.
4. Langkah
IV: Pemberian Jawaban (Answering);
guru menyebutkan satu nomor dan para siswa dari tiap kelompok dengan nomor yang
sama mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban untuk satu kelas (Nurhadi, 2004).
Langkah pelaksanaannya menurut Usman
dapat dilihat pada tabel
berikut ini (Usman, 2005):
Tabel 2.2: Langkah-langkah Pembelajaran
NHT
Langkah Pembelajaran
|
Langkah NHT
|
Pendahuluan
1. Diawali
dengan membagi siswa ke dalam kelompok (4-6) dan setiap anggota kelompok
diberi nomor 1 sampai 4, 5 atau 6.
2. Menginformasikan
materi yang akan dibahas.
3. Menyampaikan
tujuan pembelajran dan pendekatan pembelajaran yang akan digunakan.
4. Memotivasi
siswa agar timbul rasa ingin tahu tentang materi.
|
Langkah I (Penomoran)
|
Kegiatan Inti
5. Guru
menjelaskan secara singkat materi yang akan diajarkan
6. Mengajukan
pertanyaan
|
Langkah II (Pengajuan
Pertanyaan)
|
7. Siswa
memikirkan pertanyaan yang diajukan oleh guru
8. Menyatukan
pendapat dengan cara mengerjakan tugas yang diberikan dan memastikan setiap
anggota kelompok mengatahui jawabannya.
|
Langkah III (Berpikir
Bersama)
|
9. Guru
memanggil salah satu nomor dari kelompok tertentu secara acak, siswa yang
dipanggil mengacungkan tangan dan menjawab pertanyaan yang diajukan guru.
10. Siswa
yang bernomor sama (dari kelompok lain) menanggapi, guru memimpin diskusi.
11. Guru
memberikan pujian.
12. Memberikan
kesempatan kepada siswa untuk mencatat jawaban yang benar.
|
Langkah IV (Pemberian
Jawaban)
|
Penutup
13. Membimbing
siswa menyimpulkan materi.
14. Memberikan
pekerjaan rumah.
|
|
c.
Kelebihan dan Kekurangan Model Kooperatif NHT
Dalam penerapan model
pembelajaran kooperatif tipe NHT memiliki beberapa kelebihan sebagai berikut:
1. Model
pembelajaran NHT menuntut siswa untuk memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi,
sehingga siswa terlatih untuk selalu bertanggung jawab untuk setiap gagasannya.
2. Siswa
dapat langsung belajar dari kawan-kawannya dalam satu kelompok, karena ada
sebagian siswa yang sulit menerima penjelasan dari guru.
3. Setiap
siswa mempunyai kesempatan untuk mengungkapkan idenya karena dalam setiap
kelompok terdiri dari nomor yang bervariasi. Tiap nomor dalam satu kelompok
harus bisa menanggapi gagasan dari kelompok-kelompok lain.
4. Tingginya
interaksi antar kelompok, sehingga semua siswa akan aktif terlibat dalam diskusi.
Adapun kekurangan dari model
pembelajaran kooperatif tipe NHT adalah sebagai berikut:
a. kemungkinan
nomor yang sudah dipanggil akan dipanggil lagi oleh guru.
b. Tidak
semua anggota kelompok dipanggil oleh guru.
3. Materi Peluang
Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering dihadapkan pada pemecahan
masalah yang berkaitan dengan menentukan atau menghitung berapa banyak cara
yang mungkin terjadi dari sebuah percobaan. Sebagai ilustrasi, simaklah contoh
berikut:
Contoh 1:
Misalkan tersedia dua buah celana
masing-masing berwarna biru dan hitam, serta tiga buah baju masing-masing
berwarna kuning, merah dan putih. Masalahnya adalah berapa banyak pasangan
warna celana dan baju yang dapat disusun?
|
Masalah pada contoh di atas
dapat dipecahkan dengan menggunakan kaidah pencacahan (counting rules). Dalam kaidah pencacahan, banyak cara yang mungkin
terjadi dari sebuah percobaan dapat ditentukan dengan memakai salah satu atau
gabungan dari metode berikut ini:
1. Aturan pengisian tempat
2. Permutasi
3. Kombinasi
Pada pembahasan ini yang akan
dibahas adalah tentang permutasi dan kombinasi.
a.
Permutasi
·
Permutasi dengan Unsur
yang Berbeda
Misalkan
dalam sebuah pemilihan pengurus osis di sekolah akan dipilih ketua OSIS dan
wakil ketua. Banyak calon dalam pemilihan itu ada 4 orang yaitu Agus (A), Bayu
(B), Candra (C), dan Dimas (D). Terpilihnya pasangan (Agus, Candra) misalnya,
berbeda dengan terpilihnya (Candra, Agus) dalam hal kedudukan dalam OSIS
tersebut. Pada setiap pasangan, nama yang disebut pertama menjadi ketua dan
nama yang disebut kedua menjadi wakil ketua. Dalam hal ini, ada 12 macam
kemungkinan pasangan tersebut terpilih yaitu:
(A, B) (B, A) (A, C) (C, A)
(A, D) (D, A) (B, C) (C, A)
(B, D) (D, A) (C, D) (D, C)
Masalah tersebut merupakan masalah Permutasi. Jadi,
permutasi dapat didefinisikan sebagai berikut:
Jadi, permutasi dari sekumpulan objek adalah
banyaknya susunan objek-objek berbeda dalam urutan tertentu tanpa ada objek
yang diulang dari objek-objek tersebut. Misalkan H adalah himpunan dengan n objek. Misalkan r ≤
n, maka permutasi r objek
dari himpunan H adalah susunan objek-objek berbeda dalam urutan tertentu
yang terdiri dari r objek anggota
H.
|
Permutasi r unsur yang diambil dari n
unsur yang tersedia dilambangkan dengan notasi nPr atau
. Dimana r adalah banyak unsur yang diambil dan n adalah banyak unsur yang tersedia. Secara umum dapat disimpulkan
bahwa banyak permutasi r unsur yang
diambil dari n unsur yang tersedia
ditentukan dengan aturan:
nPr = n x (n – 1) x (n – 2) x … x (n – r + 1) =
Contoh:
1. Dalam
satu kelas yang terdiri dari 36 murid akan dipilih ketua, sekretaris, dan
bendahara. Berapa banyak susunan yang dapat dipilih?
Penyelesaian:
1. Dik: n = 36
r = 3 (ketua,sekretaris dan bendahara)
nPr =
36P3
=
=
=
= 36 x
35 x 34 = 42.840
Jadi, banyak susunan yang dapat dipilih adalah 42.840 cara.
·
Permutasi dengan
Beberapa Unsur yang Sama
nP(k,l,m) =
|
Contoh soal:
1. Dari
9 buah kelereng terdapat 2 kelereng berwarna merah, 4 kelereng berwarna kuning,
dan 3 kelereng berwarna hitam. Berapa banyak cara menyusun 9 kelereng itu
secara berdampingan?
Penyelesaian:
1. Dik: n = 9 k = 2 l = 4 m = 3
nP(k,l,m) =
9P(2,4,3) =
=
=
=
= 1.260
Jadi, banyak cara menyusun 9 kelereng itu secara berdampingan ada
1.260 cara.
·
Permutasi Siklis
Permutasi siklis adalah
banyaknya susunan terurut yang mungkin terjadi dari sejumlah objek yang berbeda
yang ditempatkan secara melingkar. Misalkan
tersedia n unsur yang berbeda. Banyak permutasi siklis dari n unsur tersebut ditentukan dengan
aturan:
Psiklis = (n – 1)!
|
Pada permutasi siklis tidak diperhitungkan tempat kedudukan benda di
lingkaran, yang diperhitungkan adalah posisi satu objek terhadap objek lainnya.
Contoh soal:
1. Ada
9 pohon yang berbeda yang akan ditanam secara melingkar di taman yang berbentuk
lingkaran. Berapa cara berbeda untuk menanam pohon tersebut?
Penyelesaian:
1. Dik:
n = 9
Psiklis = (n – 1)!
= (9 – 1)!
= 8!
= 8 x 7 x 6 x 5 x
4 x 3 x 2 x 1
= 40.320
Jadi, banyak cara untuk menanam pohon tersebut adalah 40.320 cara.
b.
Kombinasi
Definisi
Kombinasi dari
sekumpulan objek adalah banyaknya susunan objek-objek tanpa memperhatikan
urutan dari objek-objek tersebut.
|
nCr =
|
Berbeda dengan
masalah permutasi yang memperhatikan urutan, pada permasalahan kombinasi urutan
tidak diperhatikan. Misalnya pada pemilihan 3 orang perwakilan untuk mewakili
sekolah mengikuti cerdas cermat. Misalkan tersedia 5 orang calon yaitu A, B, C,
D dan E dan akan dipilih 3 orang untuk mewakili sekolah. Maka terpilihnya (A,
B, C) sama saja dengan terpilihnya (B, C, A) atau (C, A, B).
Contoh soal:
1. Hitunglah
setiap kombinasi berikut:
a. 10C2 b. 100C99
Penyelesaian:
1. a. nCr =
10C2 =
=
=
=
= 45
b. nCr =
100C99 =
=
=
=
= 100
4. Pembelajaran Materi Peluang dengan Model NHT
Penerapan pembelajaran kooperatif tipe NHT diawali
dengan pembagian kelompok dalam beberapa kelompok yang terdiri dari 4 – 5 orang
siswa dalam satu kelompok kemudian guru memberikan nomor kepada siswa sehingga
setiap siswa dalam satu kelompok mempunyai nomor yang berbeda. Guru membimbing
siswa mendiskusikan materi Peluang dan menyelesaikan LKS secara berkelompok.
Tugas yang ada pada LKS disusun berdasarkan indikator yang telah ditetapkan
pada RPP untuk membantu siswa dalam menuntaskan materi pelajaran.
Langkah-langkah pembelajaran materi Peluang melalui
model kooperatif tipe NHT lebih lanjut dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2.3: Langkah Pembelajaran Materi Peluang dengan Model NHT
Langkah
Pembelajaran
|
Langkah
NHT
|
Kegiatan
awal:
1. Guru
membagi siswa ke dalam beberapa kelompok yang terdiri dari dari 4-5 orang
2. Guru
memberikan nomor kepada setiap anggota kelompok, sehingga setiap anggota
kelompok memiliki nomor yang berbeda.
3. Guru
menginformasikan materi yang akan dipelajari.
4. Guru
menyampaikan tujuan pembelajaran dan langkah-langkah pembelajaran dengan
model NHT.
|
Langkah I (Numbering)
|
Kegiatan inti:
5. Guru
menjelaskan secara singkat definisi permutasi dengan unsur yang berbeda.
6. Guru
membagikan LKS kepada setiap kelompok dan menjelaskan langkah-langkah penyelesaian
LKS.
|
Langkah II (Questioning)
|
7. Siswa
berdiskusi dengan anggota kelompok masing-masing untuk menyelesaikan LKS.
8. Menyatukan
pendapat dengan cara mengerjakan setiap tugas yang diberikan pada LKS dan
memastikan setiap anggota kelompok mengetahui jawabannya.
|
Langkah III (Heads Together)
|
9. Guru
memanggil salah satu nomor dari kelompok tertentu secara acak, siswa yang
dipanggil mengacungkan tangan dan menjawab pertanyaan yang diajukan guru.
10. Siswa
yang bernomor sama dari kelompok lain menanggapi, guru memimpin diskusi.
11. Guru
memberikan pujian/penghargaan.
|
Langkah IV (Answering)
|
Kegiatan
akhir:
12. Guru
membimbing siswa menyimpulkan materi Permutasi dengan unsur yang berbeda.
13. Menginformasikan
materi yang akan dipelajari pada pertemuan selanjutnya.
|
|
Sumber: Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
5.
Penelitian yang Relevan
Model pembelajaran kooperatif tipe NHT sudah banyak diteliti.
Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa model kooperatif tipe NHT dapat
membantu ketuntasan belajar siswa.
Berdasarkan penelitian Hasnita yang berjudul “Penerapan
Model Kooperatif Tipe Number Heads
Together (NHT) Menggunakan Alat Peraga Ubin pada Materi Operasi Hitung
Bentuk Aljabar Siswa Kelas VII MTsS Babun Najah Banda Aceh”, dapat disimpulkan
bahwa ketuntasan belajar siswa secara klasikal tercapai, di mana 23 orang siswa
tuntas dan 3 orang siswa lainnya tidak tuntas. Hal ini berarti persentase siswa
yang tuntas adalah 88,5% dan persentase siswa yang tidak tuntas adalah 11,5%.
Adapun aktifitas siswa selama pembelajaran
dengan model kooperatif tipe NHT menggunakan alat peraga ubin pada materi
operasi hitung bentuk aljabar baik dengan skor rata-rata 3,37. Kemampuan guru
dalam mengelola pembelajaran dengan model kooperatif tipe NHT berada pada
kategori baik. Respon siswa terhadap pembelajaran matematika yang diajarkan
dengan model kooperatif tipe NHT menggunakan alat peraga ubin sangat positif
dengan skor rata-rata 3,37 (Hasnita, 2013).
Dikuatkan oleh penelitian Juairiah
yang berjudul “Pembelajaran Materi Teorema Pythagoras di SMP dengan Model
Kooperatif Tipe NHT (Numbered Heads
Together)”. Berdasarkan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa ketuntasan
belajar siswa secara klasikal tercapai dengan persentase 92%. Adapun kemampuan
guru dalam mengelola pembelajaran berada pada kategori sangat baik dengan skor
rata-rata 4,55. Aktivitas siswa lebih dominan selama kegiatan pembelajaran
berlangsung, sehingga aktifitas siswa dapat dikatakan efektif
DAFTAR PUSTAKA
Andriani. 2012. Penggunaan
Alat Peraga dengan Pendekatan CTL untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Materi Peluang Kelas IX di SMP IT Al-Fityan School
Aceh, Skripsi. Banda Aceh: IAIN Ar-Raniry.
Badan Standar Nasional Pendidikan. 2006. Panduan
Penyusun KTSP Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Diknas.
Cahyaningsih, Miftahul. 2011. Penggunaan Metode Resitasi dalam Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas XI MAN
Gandekan Bantul. Yogyakarta: Jurnal Pendidikan Matematika FKIP UAD.
Hasnita. 2013. Penerapan
Model Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT) Menggunakan Alat Peraga Ubin pada Materi Operasi
Hitung Bentuk Aljabar Siswa Kelas VII MTsS Babun
Najah Banda Aceh. Banda Aceh: UIN
Ar-Raniry.
Jamarah,
Bahri, Syaiful, dkk. 2002. Strategi
Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Johar, Rahmah, dkk. 2006. Strategi Belajar Mengajar. Banda Aceh: Universitas
Syiah Kuala.
Nurhadi. 2004. Kurikulum
2004 Pertanyaan dan Jawaban. Jakarta: Gramedia.
Sigit, Widiarko. 2008. Meningkatkan Kemampuan
Pemecahan Masalah Matematika Melalui Model
Pembelajaran Berbalik (Reciprocal Teacing). Surakarta: Skripsi Universitas Muhammadiyah.
Simanjuntak, Lisnawati, dkk. 1993. Metode
Mengajar Matematika. Jakarta: Rineka Cipta.
Soedjadi. 2000. Kiat
Pendidikan Matematika di Indonesia. Jakarta:
Direktorat Jendral Pendidikan
Tinggi.
Ulfah, Maria. 2007/2008. Penerapan Model Pembelajaran Diskusi Tipe
Numbered Heads Together (NHT) pada Konsep
Usaha dan Daya di SMP
Negeri 2 Banda Aceh Tahun Ajaran. Banda
Aceh: IAIN Ar-Raniry.
Usman. 2005. Penerapan
Pembelajaran Kooperatif dengan Pendekatan Struktural NHT untuk Pokok Bahasan Persamaan Kuadrat Di Kelas X
SMA IPIEM Surabaya. Surabaya:
Universitas Negeri Surabaya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar