Sabtu, 15 November 2014

CONTOH LITERATURE REVIEW-2 (Tugas Metodologi Penelitian)

"Penerapan Model Kooperatif Tipe NHT pada Materi Peluang Bagi Siswa Kelas XI MAS Darul Ihsan Tahun Pelajaran 2013/2014"

Oleh:
Maulidiya
Mahasiswa UIN Ar-Raniry Darussalam, Banda Aceh

A.  PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan salah satu faktor penting untuk meningkatkan kecerdasan, karena pendidikan dapat mendorong dan menentukan maju mundurnya suatu bangsa. Matematika sebagai salah satu pengetahuan dasar memiliki peranan penting bagi kemajuan pendidikan. Sebagaimana dikutip dari Lisnawati Simanjuntak, dkk. yaitu ”Jatuh bangunnya suatu negara bergantung kepada kemajuan di bidang matematika” (Lisnawati Simanjuntak1993).
Dalam proses pembelajaran di sekolah, matematika adalah mata pelajaran yang kurang diminati oleh sebagian siswa. Hal ini dikarenakan sifat matematika yang mempunyai objek kajian yang abstrak. Adanya kesulitan dalam belajar matematika dan kurang minatnya siswa menjadikan prestasi belajar matematika rendah dibanding dengan mata pelajaran lain (Miftahul Cahyaningsih , 2011).
Mujiono mengemukakan bahwa, ”Dalam proses belajar mengajar ada lima komponen penting yang berpengaruh bagi keberhasilan belajar siswa, yaitu bahan ajar, suasana belajar, media dan sumber belajar, serta guru sebagai subjek pembelajaran. Komponen-komponen tersebut sangat penting dilaksanakan dalam proses belajar. Jika salah satu komponen ini melemah, maka tujuan pembelajaran tidak akan tercapai secara optimal” ( Widiarko Sigit, 2008).
Untuk membantu hal tersebut, salah satu caranya adalah mengajar dengan menggunakan pemilihan model yang sesuai dengan materi yang diajarkan. Salah satu model yang dapat diterapkan dalam pembelajaran matematika adalah model kooperatif  tipe Numbered Head Together (NHT). Model pembelajaran NHT adalah sebuah model pembelajaran yang dapat melibatkan siswa secara aktif dalam pembelajaran, dan mendorong pembelajaran mandiri sementara guru hanya bertindak sebagai fasilitator. Dengan model ini diharapkan siswa tidak hanya menghafal sejumlah rumus-rumus, tetapi juga memahami konsep-konsep dari rumus tersebut. Sehingga dapat digunakan dalam menyelesaikan soal-soal matematika, mengulanginya dan memprediksi kemungkinan soal yang lebih sulit yang akan diberikan guru di waktu-waktu selanjutnya. Dengan demikian, pembelajaran tersebut akan lebih membekas pada setiap siswa dan lebih bermakna.
            Menurut Arends (dalam Maria ulfah) ”Pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together memiliki prosedur yang ditetapkan secara eksplisit untuk memberi siswa lebih banyak berpikir, menjawab, dan saling membantu satu sama lain” (Maria Ulfah, 2008).        Adapun kelebihan dari pembelajaran NHT adalah setiap siswa dalam kelompoknya berusaha untuk mengetahui jawaban pertanyaan yang diberikan (semua siswa aktif), karena setiap nomor akan dipanggil, dan siswa yang pandai dapat membantu siswa yang kurang pandai, dapat melatih siswa untuk meningkatkan keterampilan berkomunikasi mulai dari diskusi kelompok dan presentasi jawaban suatu pertanyaan, serta dapat meningkatkan berpikir siswa baik secara individu maupun kelompok. Sedangkan kelemahan NHT adalah kemungkinan nomor yang telah dipanggil, akan dipanggil lagi oleh guru dan tidak semua anggota kelompok dipanggil oleh guru. Oleh karena itu, untuk mengatasi kelemahan tersebut guru harus menyediakan catatan untuk mencatat label siswa yang telah terpanggil. Dengan penggunaan alat peraga melalui model pembelajaran NHT, diharapkan pembelajaran yang terjadi dapat lebih bermakna dan memberi kesan yang kuat kepada siswa.
Materi atau bahan ajar juga memiliki peranan penting dalam proses pembelajaran. Guru harus mengenal faktor-faktor yang harus dikembangkan dalam memilih bahan ajar. Di samping itu guru juga harus mahir dalam mengelola bahan ajar sehingga pembelajaran di kelas menjadi menarik dan memudahkan siswa dalam memahaminya. Selain itu, suasana belajar juga berperan penting dalam menentukan keberhasilan suatu proses pembelajaran. Siswa akan dapat belajar dengan baik apabila guru mampu menciptakan suasana belajar yang kondusif. Suasana yang mendukung akan mendorong terlaksananya proses belajar yang nyaman dan menyenangkan. Suasana belajar yang kondusif  akan mengantarkan siswa pada hasil belajar yang optimal.
Hasil observasi awal yang dilakukan oleh peneliti pada MAS Darul Ihsan menunjukkan bahwa pembelajaran matematika di sekolah tersebut masih menggunakan metode pembelajaran konvensional yaitu suatu metode pembelajaran yang banyak didominasi oleh guru, sementara siswa duduk secara pasif menerima informasi pengetahuan dan keterampilan. Hal ini disebabkan karena guru dalam mengajar hanya menggunakan metode ceramah dan berfokus pada buku paket siswa serta menjelaskan apa yang ada pada buku paket. Hal tersebut dapat membawa siswa cepat bosan dalam proses pembelajaran. Sehingga siswa hanya dapat memahami sendiri, tanpa bisa membagi pengetahuannya kepada kawan yang lain. Padahal siswa diharuskan agar lebih aktif dan kreatif.
Salah satu materi matematika yang sulit dipahami siswa dan rendah nilainya adalah materi Peluang. Materi peluang yang diajarkan di sekolah menengah merupakan suatu materi yang dikategorikan sulit dicerna oleh siswa bahkan siswa mengalami banyak kendala dalam memahami materi tersebut (Andriani, 2012). Materi peluang membicarakan tentang mencari hasil perhitungan bilangan dengan menggunakan rumus tertentu. Apabila siswa tidak memahami konsep dasar materi peluang dengan jelas dan tepat, maka akan mengakibatkan siswa mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal-soal tentang aplikasi materi peluang dalam bentuk mencari jumlah bilangan.
Berdasarkan observasi awal yang dilakukan peneliti menemukan bahwa kebanyakan siswa mengalami kesulitan dalam menguasai konsep-konsep pada pokok bahasan peluang, khususnya pada materi Permutasi dan Kombinasi. Pada materi tersebut, siswa mengalami kesulitan dalam membedakan antara masalah permutasi dengan masalah kombinasi. Demikian juga banyak siswa yang tertukar dalam menggunakan aturan atau rumus untuk menyelesaikan soal-soal yang diberikan. Sehingga siswa tidak dapat menyelesaikan soal-soal dengan benar. Hal ini akan berdampak pada rendahnya prestasi belajar siswa, sehingga tidak tercapainya target ketuntasan belajar siswa.
Untuk mengatasi masalah tersebut, guru perlu menerapkan model pembelajaran yang sesuai untuk membantu ketuntasan belajar siswa. Dalam hal ini, penerapan model pembelajaran yang bertujuan meningkatkan penguasaan akademik siswa seperti model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together dapat diterapkan.
Materi Peluang dianggap cocok diajarkan melalui model pembelajaran NHT karena antara model pembelajaran NHT dengan materi Peluang mempunyai keterkaitan. Di mana model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menekankan pada struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan memiliki tujuan untuk meningkatkan penguasaan akademik.
Berdasarkan permasalahan  di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul: ” Penerapan Model Kooperatif Tipe NHT pada Materi Peluang Bagi Siswa Kelas XI MAS Darul Ihsan Tahun Pelajaran 2013/2014.”







B.  PEMBAHASAN
1.    Tujuan Pembelajaran Matematika di SMA
            Belajar pada hakikatnya adalah perubahan yang terjadi di dalam diri seseorang setelah berakhirnya melakukan aktivitas belajar (Syaiful Bahri Jamarah, 2002). Perubahan tersebut dapat diamati dengan adanya interaksi antara individu dan lingkungannya. Adapun pembelajaran adalah proses interaksi siswa dengan guru dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada siswa. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu siswa agar dapat belajar dengan baik.
            Matematika merupakan ilmu pengetahuan yang memiliki ciri khas bila dibandingkan dengan ilmu pengetahuan lain, yaitu memiliki objek kajian yang abstrak dan berpola pikir deduktif. Matematika mampu melatih manusia untuk belajar berpikir secara praktis menggunakan logika, bersikap kritis dan kreatif serta sistematis dalam setiap tindakannya. Matematika juga berfungsi mengembangkan kemampuan berhitung, mengukur, menurunkan dan menggunakan rumus matematika dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga diperlukan pembelajaran yang baik untuk mempelajari matematika.
            Secara umum bidang study matematika memiliki tujuan sebagai berikut:
1.   Mempersiapkan siswa agar mampu menghadapi perubahan keadaan didalam kehidupan dan dunia yang selalu berkembang, dan
2.   Mempersiapkan siswa agar dapat menggunakan matematika dan pola pikir matematika dalam kehidupan sehari-hari dan dalam mempelajari berbagai ilmu pengetahuan (Soedjadi, 2000).
            Tujuan pembelajaran matematika di sekolah menengah disesuaikan dengan kurikulum yang diterapkan. Dimana kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi,  dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Tujuan pembelajaran matematika yang tercantum dalam Kurikulum 2013 pada jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA) adalah sebagai berikut:
1.      Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah.
2.      Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti atau menjelaskan gagasan dan pertanyaan matematika.
3.      Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model matematika dan menafsirkan solusi yang diperoleh.
4.      Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.
5.      Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari matematika, serta sifat ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah (Badan Standar Nasional Pendidikan, 2006).
            Hal ini menunjukkan bahwa tujuan pembelajaran matematika bukan hanya mengalihkan pengetahuan matematika kepada siswa, tetapi juga mengembangkan intelektual siswa agar dapat menggunakan pengetahuan matematika yang dimiliki tersebut  di dalam kehidupannya.

2. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT
a.    Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif
           Soekamto dalam Rahmah Johar berpendapat ”model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran serta para pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas belajar mengajar”( Rahmah Johar, 2006). Pedoman itu memuat tanggung jawab guru dalam merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi kegiatan pembelajaran.
           Pembelajaran kooperatif adalah salah satu model pembelajaran dimana aktifitas pembelajaran dilakukan guru dengan menciptakan kondisi belajar yang memungkinkan terjadinya proses belajar sesama siswa. Proses interaksi akan dimungkinkan apabila guru mengatur kegiatan pembelajaran dalam suatu setting dimana siswa bekerja dalam suatu kelompok. Menurut Egger dan Kauchak dalam Rahmah Johar: “Pembelajaran kooperatif merupakan suatu kumpulan strategi mengajar yang digunakan guru untuk menciptakan kondisi belajar sesama siswa. Siswa yang satu membantu siswa lainnya dalam mempelajari sesuatu”.

           Secara umum, terdapat enam fase atau langkah utama pembelajaran kooperatif, seperti terlihat pada tabel berikut:
Tabel 2.1 Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif
Fase
Kegiatan Guru
Fase – 1
Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa
Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar
Fase – 2
Menyajikan informasi
Guru menyajikan informasi kepada siswa baik dengan peragaan atau teks
Fase – 3
Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar
Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan perubahan efisien. (Membagi kelompok dengan memperhatikan jenis kelamin dan tingkat kecerdasan. Setelah kelompok terbentuk guru memberikan tugas/LKS)
Fase – 4
Membimbing kelompok bekerja dan belajar
Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka
Fase – 5
Evaluasi

Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempersentasekan hasil kerjanya
Fase – 6
Memberikan penghargaan
Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok
Sumber: Muslimin Ibrahim, dkk., Pembelajaran Kooperatif  (Surabaya: Unesa Press, 2000), hal. 10.

b.   Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT
NHT merupakan salah satu tipe model pembelajaran kooperatif yaitu suatu metode belajar dimana setiap siswa diberi nomor kemudian dibuat suatu kelompok kemudian secara acak guru memanggil nomor dari siswa.

Menurut Nurhadi ada 4 langkah pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) yang dapat digunakan guru yaitu:
1.    Langkah I: Penomoran (Numbering); guru membagi para siswa menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan 4-6 orang dan memberi mereka nomor sehingga tiap siswa dalam tim memiliki nomor yang berbeda.
2.    Langkah II:  Pengajuan Pertanyaan (Questioning); guru mengajukan pertanyaan secara klasikal.
3.    Langkah III: Berpikir Bersama (Heads Together); para siswa berpikir bersama untuk menggambarkan dan meyakinkan tiap orang mengetahui jawabannya.
4.    Langkah IV: Pemberian Jawaban (Answering); guru menyebutkan satu nomor dan para siswa dari tiap kelompok dengan nomor yang sama mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban untuk satu kelas (Nurhadi, 2004).

Langkah pelaksanaannya menurut Usman dapat dilihat pada tabel berikut ini (Usman, 2005):
Tabel 2.2: Langkah-langkah Pembelajaran NHT
Langkah Pembelajaran
Langkah NHT
Pendahuluan
1.      Diawali dengan membagi siswa ke dalam kelompok (4-6) dan setiap anggota kelompok diberi nomor 1 sampai 4, 5 atau 6.
2.      Menginformasikan materi yang akan dibahas.
3.      Menyampaikan tujuan pembelajran dan pendekatan pembelajaran yang akan digunakan.
4.      Memotivasi siswa agar timbul rasa ingin tahu tentang materi.
Langkah I (Penomoran)
Kegiatan Inti
5.     Guru menjelaskan secara singkat materi yang akan diajarkan
6.     Mengajukan pertanyaan
Langkah II (Pengajuan Pertanyaan)
7.     Siswa memikirkan pertanyaan yang diajukan oleh guru
8.     Menyatukan pendapat dengan cara mengerjakan tugas yang diberikan dan memastikan setiap anggota kelompok mengatahui jawabannya.
Langkah III (Berpikir Bersama)
9.      Guru memanggil salah satu nomor dari kelompok tertentu secara acak, siswa yang dipanggil mengacungkan tangan dan menjawab pertanyaan yang diajukan guru.
10.  Siswa yang bernomor sama (dari kelompok lain) menanggapi, guru memimpin diskusi.
11.  Guru memberikan pujian.
12.  Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mencatat jawaban yang benar.
Langkah IV (Pemberian Jawaban)
      Penutup
13.  Membimbing siswa menyimpulkan materi.
14.  Memberikan pekerjaan rumah.


c.    Kelebihan dan Kekurangan Model Kooperatif NHT
Dalam penerapan model pembelajaran kooperatif tipe NHT memiliki beberapa kelebihan sebagai berikut:
1.    Model pembelajaran NHT menuntut siswa untuk memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi, sehingga siswa terlatih untuk selalu bertanggung jawab untuk setiap gagasannya.
2.    Siswa dapat langsung belajar dari kawan-kawannya dalam satu kelompok, karena ada sebagian siswa yang sulit menerima penjelasan dari guru.
3.    Setiap siswa mempunyai kesempatan untuk mengungkapkan idenya karena dalam setiap kelompok terdiri dari nomor yang bervariasi. Tiap nomor dalam satu kelompok harus bisa menanggapi gagasan dari kelompok-kelompok lain.
4.    Tingginya interaksi antar kelompok, sehingga semua siswa akan aktif terlibat dalam diskusi.
Adapun kekurangan dari model pembelajaran kooperatif tipe NHT adalah sebagai berikut:
a.       kemungkinan nomor yang sudah dipanggil akan dipanggil lagi oleh guru.
b.      Tidak semua anggota kelompok dipanggil oleh guru.
3. Materi Peluang
            Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering dihadapkan pada pemecahan masalah yang berkaitan dengan menentukan atau menghitung berapa banyak cara yang mungkin terjadi dari sebuah percobaan. Sebagai ilustrasi, simaklah contoh berikut:
Contoh 1:
Misalkan tersedia dua buah celana masing-masing berwarna biru dan hitam, serta tiga buah baju masing-masing berwarna kuning, merah dan putih. Masalahnya adalah berapa banyak pasangan warna celana dan baju yang dapat disusun?

 







Masalah pada contoh di atas dapat dipecahkan dengan menggunakan kaidah pencacahan (counting rules). Dalam kaidah pencacahan, banyak cara yang mungkin terjadi dari sebuah percobaan dapat ditentukan dengan memakai salah satu atau gabungan dari metode berikut ini:
1. Aturan pengisian tempat
2. Permutasi
3. Kombinasi
Pada pembahasan ini yang akan dibahas adalah tentang permutasi dan kombinasi.
a.    Permutasi
·      Permutasi dengan Unsur yang Berbeda
Misalkan dalam sebuah pemilihan pengurus osis di sekolah akan dipilih ketua OSIS dan wakil ketua. Banyak calon dalam pemilihan itu ada 4 orang yaitu Agus (A), Bayu (B), Candra (C), dan Dimas (D). Terpilihnya pasangan (Agus, Candra) misalnya, berbeda dengan terpilihnya (Candra, Agus) dalam hal kedudukan dalam OSIS tersebut. Pada setiap pasangan, nama yang disebut pertama menjadi ketua dan nama yang disebut kedua menjadi wakil ketua. Dalam hal ini, ada 12 macam kemungkinan pasangan tersebut terpilih yaitu:
(A, B) (B, A) (A, C) (C, A)
(A, D) (D, A) (B, C) (C, A)
(B, D) (D, A) (C, D) (D, C)
Masalah tersebut merupakan masalah Permutasi. Jadi, permutasi dapat didefinisikan sebagai berikut:


Jadi, permutasi dari sekumpulan objek adalah banyaknya susunan objek-objek berbeda dalam urutan tertentu tanpa ada objek yang diulang dari objek-objek tersebut. Misalkan H adalah himpunan dengan n objek. Misalkan  r ≤ n, maka permutasi r objek dari himpunan H adalah susunan objek-objek berbeda dalam urutan tertentu yang terdiri dari r objek anggota H.
 





Permutasi r unsur yang diambil dari n unsur yang tersedia dilambangkan dengan notasi nPr atau . Dimana r adalah banyak unsur yang diambil dan n adalah banyak unsur yang tersedia. Secara umum dapat disimpulkan bahwa banyak permutasi r unsur yang diambil dari n unsur yang tersedia ditentukan dengan aturan:
nPr = n x (n – 1) x (n – 2) x … x (nr + 1) =                 
Contoh:
1.      Dalam satu kelas yang terdiri dari 36 murid akan dipilih ketua, sekretaris, dan bendahara. Berapa banyak susunan yang dapat dipilih?

Penyelesaian:
1.      Dik:  n = 36
         r = 3 (ketua,sekretaris dan bendahara)
         nPr =
      36P3 =  =   =   = 36 x 35 x 34 = 42.840
Jadi, banyak susunan yang dapat dipilih adalah 42.840 cara.

·     Permutasi dengan Beberapa Unsur yang Sama
   nP(k,l,m)
 Permutasi dengan beberapa unsur yang sama membahas bagaimana cara mencari permutasi jika dari n unsur yang tersedia memuat beberapa unsur yang sama. Misalkan dari n unsur yang tersedia terdapat k unsur yang sama, l unsur yang sama, dan m unsur yang sama  (k + l + m ≤ n), maka banyak permutasi dari n unsur itu ditentukan dengan aturan:
                                                                                   

Contoh soal:
1.      Dari 9 buah kelereng terdapat 2 kelereng berwarna merah, 4 kelereng berwarna kuning, dan 3 kelereng berwarna hitam. Berapa banyak cara menyusun 9 kelereng itu secara berdampingan?
Penyelesaian:
1. Dik: n = 9                k = 2                l = 4                 m = 3
               nP(k,l,m)
                 9P(2,4,3)        = 1.260
Jadi, banyak cara menyusun 9 kelereng itu secara berdampingan ada 1.260 cara.

·     Permutasi Siklis
Permutasi siklis adalah banyaknya susunan terurut yang mungkin terjadi dari sejumlah objek yang berbeda yang ditempatkan secara melingkar. Misalkan tersedia n unsur yang berbeda. Banyak permutasi siklis dari n unsur tersebut ditentukan dengan aturan:
    Psiklis = (n – 1)!
 



            Pada permutasi siklis tidak diperhitungkan tempat kedudukan benda di lingkaran, yang diperhitungkan adalah posisi satu objek terhadap objek lainnya.
Contoh soal:
1.      Ada 9 pohon yang berbeda yang akan ditanam secara melingkar di taman yang berbentuk lingkaran. Berapa cara berbeda untuk menanam pohon tersebut?

Penyelesaian:
1.      Dik: n = 9
Psiklis = (n – 1)!
                   = (9 – 1)!
                   = 8!
                   = 8 x 7 x 6 x 5 x 4 x 3 x 2 x 1
                   = 40.320
Jadi, banyak cara untuk menanam pohon tersebut adalah 40.320 cara.

b.   Kombinasi
Definisi
Kombinasi dari sekumpulan objek adalah banyaknya susunan objek-objek tanpa memperhatikan urutan dari objek-objek tersebut.
 





           

   nCr  

            Banyak kombinasi r unsur yang diambil dari n unsur yang tersedia ditentukan dengan aturan:


            Berbeda dengan masalah permutasi yang memperhatikan urutan, pada permasalahan kombinasi urutan tidak diperhatikan. Misalnya pada pemilihan 3 orang perwakilan untuk mewakili sekolah mengikuti cerdas cermat. Misalkan tersedia 5 orang calon yaitu A, B, C, D dan E dan akan dipilih 3 orang untuk mewakili sekolah. Maka terpilihnya (A, B, C) sama saja dengan terpilihnya (B, C, A) atau (C, A, B).
Contoh soal:
1.      Hitunglah setiap kombinasi berikut:
a.       10C2                       b. 100C99
Penyelesaian:
1.      a.   nCr
      10C2  =     =  =  = 45
b.   nCr  
       100C99 =  =     =   = 100
4. Pembelajaran Materi Peluang dengan Model NHT
Penerapan pembelajaran kooperatif tipe NHT diawali dengan pembagian kelompok dalam beberapa kelompok yang terdiri dari 4 – 5 orang siswa dalam satu kelompok kemudian guru memberikan nomor kepada siswa sehingga setiap siswa dalam satu kelompok mempunyai nomor yang berbeda. Guru membimbing siswa mendiskusikan materi Peluang dan menyelesaikan LKS secara berkelompok. Tugas yang ada pada LKS disusun berdasarkan indikator yang telah ditetapkan pada RPP untuk membantu siswa dalam menuntaskan materi pelajaran.
Langkah-langkah pembelajaran materi Peluang melalui model kooperatif tipe NHT lebih lanjut dapat dilihat pada tabel berikut:


Tabel 2.3: Langkah Pembelajaran Materi Peluang dengan Model NHT
Langkah Pembelajaran
Langkah NHT
Kegiatan awal:
1.      Guru membagi siswa ke dalam beberapa kelompok yang terdiri dari dari 4-5 orang
2.      Guru memberikan nomor kepada setiap anggota kelompok, sehingga setiap anggota kelompok memiliki nomor yang berbeda.
3.      Guru menginformasikan materi yang akan dipelajari.
4.      Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan langkah-langkah pembelajaran dengan model NHT.
Langkah I (Numbering)
Kegiatan inti:
5.      Guru menjelaskan secara singkat definisi permutasi dengan unsur yang berbeda.
6.      Guru membagikan LKS kepada setiap kelompok dan menjelaskan langkah-langkah penyelesaian LKS.

Langkah II (Questioning)
7.      Siswa berdiskusi dengan anggota kelompok masing-masing untuk menyelesaikan LKS.
8.      Menyatukan pendapat dengan cara mengerjakan setiap tugas yang diberikan pada LKS dan memastikan setiap anggota kelompok mengetahui jawabannya.
Langkah III (Heads Together)
9.      Guru memanggil salah satu nomor dari kelompok tertentu secara acak, siswa yang dipanggil mengacungkan tangan dan menjawab pertanyaan yang diajukan guru.
10.  Siswa yang bernomor sama dari kelompok lain menanggapi, guru memimpin diskusi.
11.  Guru memberikan pujian/penghargaan.
Langkah IV (Answering)
Kegiatan akhir:
12.  Guru membimbing siswa menyimpulkan materi Permutasi dengan unsur yang berbeda.
13.  Menginformasikan materi yang akan dipelajari pada pertemuan selanjutnya.

Sumber: Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

5.    Penelitian yang Relevan
Model pembelajaran kooperatif tipe NHT sudah banyak diteliti. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa model kooperatif tipe NHT dapat membantu ketuntasan belajar siswa. 
Berdasarkan penelitian Hasnita yang berjudul “Penerapan Model Kooperatif Tipe Number Heads Together (NHT) Menggunakan Alat Peraga Ubin pada Materi Operasi Hitung Bentuk Aljabar Siswa Kelas VII MTsS Babun Najah Banda Aceh”, dapat disimpulkan bahwa ketuntasan belajar siswa secara klasikal tercapai, di mana 23 orang siswa tuntas dan 3 orang siswa lainnya tidak tuntas. Hal ini berarti persentase siswa yang tuntas adalah 88,5% dan persentase siswa yang tidak tuntas adalah 11,5%.
Adapun aktifitas siswa selama pembelajaran dengan model kooperatif tipe NHT menggunakan alat peraga ubin pada materi operasi hitung bentuk aljabar baik dengan skor rata-rata 3,37. Kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran dengan model kooperatif tipe NHT berada pada kategori baik. Respon siswa terhadap pembelajaran matematika yang diajarkan dengan model kooperatif tipe NHT menggunakan alat peraga ubin sangat positif dengan skor rata-rata 3,37 (Hasnita, 2013).
Dikuatkan oleh penelitian Juairiah yang berjudul “Pembelajaran Materi Teorema Pythagoras di SMP dengan Model Kooperatif Tipe NHT (Numbered Heads Together)”. Berdasarkan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa ketuntasan belajar siswa secara klasikal tercapai dengan persentase 92%. Adapun kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran berada pada kategori sangat baik dengan skor rata-rata 4,55. Aktivitas siswa lebih dominan selama kegiatan pembelajaran berlangsung, sehingga aktifitas siswa dapat dikatakan efektif






DAFTAR PUSTAKA
Andriani. 2012. Penggunaan Alat Peraga dengan Pendekatan CTL untuk Meningkatkan   Hasil Belajar Siswa pada Materi Peluang Kelas IX di SMP IT Al-Fityan School Aceh, Skripsi. Banda Aceh: IAIN Ar-Raniry.
Badan Standar Nasional Pendidikan. 2006. Panduan Penyusun KTSP Jenjang Pendidikan            Dasar dan Menengah. Jakarta: Diknas.
Cahyaningsih, Miftahul. 2011. Penggunaan Metode Resitasi dalam Meningkatkan Hasil    Belajar Matematika Siswa Kelas XI MAN Gandekan Bantul. Yogyakarta: Jurnal            Pendidikan Matematika FKIP UAD.
Hasnita. 2013. Penerapan Model Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT)          Menggunakan Alat Peraga Ubin pada Materi Operasi Hitung Bentuk Aljabar Siswa       Kelas VII MTsS Babun Najah Banda Aceh. Banda Aceh: UIN Ar-Raniry.
Jamarah, Bahri, Syaiful, dkk. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Johar, Rahmah, dkk. 2006. Strategi Belajar Mengajar. Banda Aceh: Universitas Syiah Kuala.
Nurhadi. 2004. Kurikulum 2004 Pertanyaan dan Jawaban. Jakarta: Gramedia.
Sigit, Widiarko. 2008. Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Melalui        Model Pembelajaran Berbalik (Reciprocal Teacing). Surakarta: Skripsi Universitas           Muhammadiyah.
Simanjuntak, Lisnawati, dkk. 1993. Metode Mengajar Matematika. Jakarta: Rineka Cipta.
Soedjadi. 2000. Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia. Jakarta: Direktorat Jendral        Pendidikan Tinggi.
Ulfah, Maria. 2007/2008. Penerapan Model Pembelajaran Diskusi Tipe Numbered Heads             Together (NHT) pada Konsep Usaha dan Daya di SMP Negeri 2 Banda Aceh Tahun            Ajaran. Banda Aceh: IAIN Ar-Raniry.
Usman. 2005. Penerapan Pembelajaran Kooperatif dengan Pendekatan Struktural NHT    untuk Pokok Bahasan Persamaan Kuadrat Di Kelas X SMA  IPIEM Surabaya.      Surabaya: Universitas Negeri Surabaya.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar