1.
Pengertian dan Hukum Tayammun
Tayammum adalah bersuci simbolis sebagai ganti
dari mandi dan wudhu tatkala tidak ada air baik secara hakikat ataupun makna
(hukmi).
Adapun dalil yang berasal dari Al-Quran yakni
firman Allah Swt. dalam surat An-Nisaa’:43.
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu
dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan pula
hampiri mesjid) sedang kamu dalam keadaan junub, terkecuali sekedar berlalu
saja, hingga kamu mandi. Dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau datang
dari tempat buang air atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak
mendapat air, maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik (suci); sapulah
mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha Pema'af lagi Maha Pengampun”. (An-Nisaa’:43)
Dari dalil diatas menyatakan bahwa tayamum itu dibolehkan bagi
seseorang untuk semua hal yang boleh dilakukan oleh orang yang berwudhu dan
mandi bagi mereka yang tidak mendapatkan air. Dia bisa melakukan berbagai macam shalat, baik shalat
wajib maupun shalat sunnah. Tayammum itu tidak batal karena seseorang melakukan
shalat, atau karena ia sibuk dengan sesuatu yang lain atau karena keluarnya
waktu.
Sebab Rasulullah bersabda: “Tanah yang
baik itu adalah wudhu seorang muslim jika dia tidak mendapatkan air walaupun
sampai masa waktu sepuluh tahun.”[1]
Rasulullah menamakan tayammum dengan wudhu, sebab dia memiliki posisi laksana
wudhu.
2. Syarat-Syarat Yang Membolehkannya
Dari surat An-Nisaa’: 43 diatas dapat
disimpulkan bahwa ada tiga sebab atau tiga alasan seseorang bisa bertayammum,
yaitu: sakit, dalam perjalanan, dan ketidakadaan air.
Sebagian ulama salaf dan khalaf
berpandangan bahwa mereka tidak beranggapan hanya sakit dan dalam perjalanan saja
yang dibolehkan untuk tayammum, namun konteksnya disini adalah pada
ketidakadaan air. Baik dalam kondisi sehat maupun dalam kondisi sakit, baik
sedang berada ditempat atau sedang dalam perjalanan.
·
Makna tidak ada air
Sebatas mana yang dibolehkan bertayammum
bagi seorang yang sedang tidak dalam perjalanan? Apakah ketidakadaan air saat
akan melangsungkan shalat atau ketidakadaan air setelah mencari secara khusus
sebagaimana disyaratkan oleh sebagian mereka bahwa air harus dicari pada semua
arah sepanjang satu mil atau menunggu hingga akhir waktu, hingga tidak tersisa
waktu kecuali hanya sebatas menunaikan shalat setelah tayammum?
Pertanyaan diatas dapat dijawab dari
perbuatan Rasulullah. Sesungguhnya Rasulullah telah bertayammum di Madinah
ditembok[2]
tanpa harus bertanya dan tidak mencari air kemana-mana. Dan tidak ada
keterangan apapun bahwa Rasulullah mencari air kesana kemari yang bisa dijadikan
hujjah.
Indikasi bahwa Rasulullah tidak mencari air
kemana-mana ini juga menunjukkan ketidakwajiban menunggu hingga akhir waktu.
·
Adanya hambatan hingga tidak sampai ketempat air
Mungkin saja air itu ada, namun disana ada
hambatan yang menghalangi untuk sampai ke air itu. Seperti musuh yang ganas,
binatang buas yang sangat menakutkan, atau sipir penjara yang akan menangkapnya
atau hal-hal yang serupa dengan itu. Pada kondisi demikian keberadaan air itu dianggap
sama dengan tidak adanya.
·
Kebutuhan untuk menggunakan air untuk diminum
Mungkin pula air itu ada dan tidak ada
penghalang untuk sampai padanya. Namun dia sangat membutuhkan air itu untuk
sesuatu yang lebih penting daripada wudhu dalam pandangan syari’ah. Seperti
untuk minum dirinya atau untuk minum orang lain, atau untuk minum bnatang.
Seperti domba, sapi, keledai, dan anjing. Karena mereka adalah binatang-binatang
yang tidak bisa hidup tanpa air. Dengan demikian kebutuhan mereka sama dengan
kebutuhan manusia.
·
Adanya kekhawatiran saat menggunakan air
Maksudnya jika seseorang sedang sakit dan
akan menimbulkan bahaya jika dia memakai air atau membuat lukanya semakin
parah, atau kesembuhannya menjadi terhambat, atau sakitnya akan bertambah, atau
seseorang yang sehat namun khawatir sakit jika menggunakan air pada kondisi
sangat dingin, semuanya boleh saja bertayammum sebagai pengganti dari wudhu dan
mandi.
·
Bertayammum karena khawatir kelewatan waktu jika mandi
Apabila ia mampu untuk menggunakan air,
tetapi khawatir akan kehabisan waktu shalat jika ia menggunakannya untuk
berwudhu dan mandi. Dalam kondisi seperti itu ia boleh bertayammum dan
melaksanakan shalat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar