A.
Yang Berhubungan
Dengan Generasi Periwayatan
1.
Sahabat besar (kibar sohabi)
Sahabat besar adalah sahabat yang banyak
bergaul bersama Nabi, banyak belajar, banyak mendengar hadist-hadist dari
beliau, sering pergi berjihad dll, seperti Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman,
Ali, Ibnu Mas;ud dan lainnya.
2.
Sahabat kecil (shigor sohabi)
Sahabat kecil adalah
sahabat yang jarang bergaul bersama Nabi, disebabkan tepat tinggalnya jauh dari
Nabi, atau terakhir masuk Islam nya dll.
3.
Tabi’in besar (kibar tabi’in)
Tabi’in besar adalah
Tabi’in yang banyak bertemu sahabat, belajar dan berguru kepada mereka. Tabi’in
besar besar ini diantaranya yang dikenal dengan FUKAHA TUJUH, yaitu: Sa’id Ibn
Musayyab. Al-Qasim Ibn Muhammad Abu Bakr, Urwah bin Zubair, Kharijah Ibn Zaid,
Abu Ayyub Sulaiman Hilali, Ubaidullah Ibn Utbah, Abu Salamah Ibn Abdurahman ibn
Auf.
4.
Tabi’in kecil (shigor tabi’in)
Tabi’in kecil
adalah tabi’in yang sedikit bertemu sahabat dan lebih banyak belajar dan
mendengar hadist dari Tabi’in besar.
5.
Tabi’ tabi’in
Tabi'ut tabi'in atau Atbaut Tabi'in artinya pengikut Tabi'in, adalah orang Islam teman sepergaulan
dengan para Tabi'in dan tidak mengalami masa hidup Sahabat Nabi. Tabi'ut
tabi'in disebut juga murid Tabi'in. Menurut banyak literatur Hadis : Tabi'ut
Tabi'in adalah orang Islam dewasa yang pernah bertemu atau berguru pada Tabi'in
dan sampai wafatnya beragama Islam.
Dan ada juga yang menulis bahwa Tabi'in yang ditemui harus masih
dalam keadaan sehat ingatannya. Karena Tabi'in yang terahir wafat sekitar
110-120 Hijriah. Dalam kalangan 4 imam mazhab ahli sunnah waljamaah imam Hanafi
tidak termasuk dalam tabi' tabiin karena beliau pernah berguru dengan sahabat
Nabi. Manakala baik 3 imam yaitu imam Malik dan imam Syafi'i adalah tabi'
tabiin karena mereka berguru dengan tabiin.
6.
Ulama mutaqaddimin (المتقدمين)
Ulama mutaqaddimin
adalah para ulama’ yang hidup pada abad ke-2 dan ke-3 Hijriah yang telah
menghimpun hadits-hadits Nabi SAW. di dalam kitab 3 mereka yang mereka dapatkan
melalui kunjungan langsung ke guru-guru mereka.
Diantara ulama’ Mutaqaddimin yang telah berhasil menghimpun hadits-hadits
Nabi SAW. di dalam mereka adalah :
1)
Imam Ahmad Ibn Hanbal (164 – 241H)
2)
Imam Bukhori (194 – 256 H)
3)
Imam Muslim (220 – 261 H)
4)
Imam Al-Nasa’i (215 – 303 H)
5)
Imam Abu Daud (202 – 276 H)
6)
Imam Al-Tirmidzi (209 – 269 H)
7)
Imam Ibn Majjah (202 – 279 H)
7.
Ulama mutaakhirin (المتاءخرين)
Ulama mutaakhirin
adalah para ulama’ hadits yang hidup pada abad ke-4 Hijriah dan seterusnya.
Diantara tokoh-tokoh Muta’akhirun adalah :
1)
Imam Al-Hakim (359 – 405 H)
2)
Imam Al-Dar al-Quthni (w – 385 H)
3)
Imam Ibn Hibban (w – 354 H)
4)
Imam al-Thabrani (w – 360H)
8.
Mukhadlromun (المحضرمون)
Mukhadlromun
adalah orang–orang yang pada masa jahiliyah dan masa Nabi SAW., serta memeluk
agama Islam namun mereka tidak sampai bertemu Nabi SAW., diantaranya adalah:
1)
Assyaibani
2)
Said ibnugafilah al kazai
3)
Umar ibnu maimun al awadi
4)
Dll.
Mukhadlromun bukan termasuk golongan Sahabat, tetapi masuk dalam
golongan Tabi’in.
B.
Yang Berkaitan
Dengan Kegiatan Periwayatan
1.
Rawi
Rawi menurut bahasa, adalah orang yang
meriwayatkan hadits dan semacamnya (naqil al-hadits). Sedangkan menurut rawi
istilah yaitu orang yang menukil, memindahkan atau menuliskan hadits dengan
sanadnya baik itu laki-laki maupun perempuan.
Syarat-Syarat Rawi sebagai berikut :
a)
Islam, karena itu, hadis dari orang kafir
tidak diterima.
b)
Baligh, hadis dari anak kecil di tolak
c)
‘Adalah (sifat adil)
d)
Dhobth (teliti, cerdas dan kuat
hafalannya)
2.
Sanad
Menurut bahasa sanad artinya “ sandaran, tempat bersandar, yang
menjadi sandaran ( al-mu’tamad ) “ atau “ yang bisa dijadikan pegangan “ atau “
sesuatu yang terangkat ( tinggi ) dari tanah “.
Sedangkan menurut istilah Sanad adalah jalan yang menyampaikan
kepada matan hadits yaitu silsilah para perawi yang memindahkan ( meriwayatkan
) matan dari sumbernya yang pertama.
Contoh (yang bergaris bawah):
حدثنا محمد بن معمر بن
ربعي القيسي حدثنا أبو هشام المخزومي عن عبد الواحد وهو بن زياد حدثنا عثمان بن
حكيم حدثنا محمد بن المنكدر عن حمران عن عثمان بن عفان قال : قال رسول الله صلى
الله عليه وسلم : من توضأ فأحسن الوضوء
خرجت خطاياه من جسده حتى تخرج من تحت أظفاره - رواه مسلم
3. Musnid
Musnid adalah orang yang meriwayatkan hadits dengan sanadnya, baik orang itu
mengerti ataupun tidak mengerti dan hanya menyampaikan riwayat saja.
4. Musnad
Menurut bahasa musnad
merupakan isim maf’ul dari “Asnada” yang berarti menyandarkan atau
menasabkan kepadanya.
Menurut istilah, musnad memiliki tiga macam
arti:
a. Setiap kitab yang di
dalamnya mengandung kumpulan apa yang diriwayatkan oleh para sahabat, menurut
ketentuan tertentu.
b. Hadits marfu’ yang
sanadnya bersambung.
c. Jika yang
dimaksudkannya adalah sanad, berarti itu adalah mashdar mim.
5. Rawaahu As-Sab’ah (رواه
السبعة)
Maksudnya
hadis tersebut diriwayatkan oleh tujuh orang rawi, yaitu Imam Ahmad, Bukhari,
Muslim, Abu Dawud, at-Tirmizi, an-Nasa’i, dan Ibnu Majah.
6. Rawaahu A-Sittah (رواه الستة)
Maksudnya
hadis tersebut diriwayatkan oleh enam orang rawi, yaitu Bukhari, Muslim, Abu
Dawud, at-Tirmizi, an-Nasa’i, dan Ibnu Majah.
7.
Rawaahu Al-Khamsah (رواه الخمسة)
Maksudnya
hadis tersebut diriwayatkan oleh lima orang rawi, yaitu Imam Ahmad, Abu Dawud, at-Tirmizi, an-Nasa’i,
dan Ibnu Majah.
8.
Rawaahu Al-Arba’ah (رواه الاربعة)
Maksudnya
hadis tersebut diriwayatkan oleh empat orang rawi, yaitu Abu Dawud,
at-Tirmizi, an-Nasa’i, dan Ibnu Majah.
9. Rawaahu At-Tsalatsah (رواه الثلاثة)
Maksudnya
hadis tersebut diriwayatkan oleh tiga orang rawi, yakni Abu Dawud, at-Tirmizi,
dan an-Nasa’i.
10. Rawaahu As-Syaikhani (رواه الشيخان)
Maksudnya
hadis tersebut diriwayatkan oleh kedua imam hadis, yakni Bukhari dan Muslim.
11. Rawaahu Muttafaqun
‘Alaih (رواه متفق عليه)
Yaitu istilah
yang mengiringi matan hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dengan
ketentuan bertemunya Sanad terakhir, yaitu di tingkat Sahabat.
Perbedaan Mutaffaqun
’Alaih dengan Akhrajahu Bukhari wa Muslim adalah yang disebut
terakhir, matan haditsnya diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, tetapi sanadnya
berbeda pada tingkatan Sahabat, yaitu di tingkat Sahabat kedua sanad tersebut
tidak bertemu. Istilah yang terakhir ini (متفق عليه (
sama dengan ( رواه البخاري و المسلم, اخرجه الشيخان ,رواه الشيخان ).
12.
Sami’tu (سمعتُ)
Sami’tu berasal dari
kata سمِع - يسمَع)),
yang
artinya “mendengar”, jadi sami’tu artinya saya telah mendengar.
Maksudnya mendengar sendiri dari perkataan guru, baik secara didektekan maupun bukan,
baik dari hafalannya maupun tulisan, baik guru itu dihadapan tanpa hijab,
maupun pakai hijab/tabir.
Ini merupakan
pendapat jumhur. Cara yang demikian ini merupakan cara yang tertinggi nilainya
menurut jumhur. Sebab dimasa rasul,cara inilah yang dijalankan, dimana sering
para sahabat mendengar langsung apa yang
didektekan oleh nabi. Dengan cara inilah terpelihara kekeliruan dan kelupaan serta
mendekati kebenaran.
13.
Akhbarani (اخبرني)
Akhbarani artinya “seseorang
telah mengabarkan kepadaku”. Ini merupakan lafadh-lafadh yang biasa digunakan
oleh rawi dalam meriwayatkan hadits.
14.
Haddatsani (حدثني)
Haddatsani artinya “seseorang
telah bercerita kepadaku”. Ini juga merupakan lafadh-lafadh yang biasa
digunakan oleh rawi dalam meriwayatkan hadits.
15.
Isyfahani (اشفهني)
Isyfahani artinya “seseorang
menerangkan kepadaku secara lisan”. Ini juga merupakan lafadh-lafadh yang biasa
digunakan oleh rawi dalam meriwayatkan hadits.
16.
Akhbara
Rasulullah saw. (اخبر رسل الله صلعم)
Akhbara
Rasulullah saw. artinya “Rasulullah mengabarkan”. Ini
merupakan cara sahabat menerima hadits dari Rasulullah.
17.
Haddatsa
Rasulullah saw. (حدث رسل الله صلعم)
Haddatsa
Rasulullah saw. artinya “Rasulullah menceritakan”. Ini juga
merupakan cara sahabat menerima hadits dari Rasulullah.
18.
Qaala Rasulullah
saw. (قال رسل الله صلعم)
Qaala
Rasulullah saw. artinya “Rasulullah bersabda”. Ini juga
merupakan cara sahabat menerima hadits dari Rasulullah.
19.
Amara
Rasulullah saw. (امر رسل الله صلعم)
Amara
Rasulullah saw. artinya “Rasulullah menyuruh”. Ini merupakan
lafadh seorang sahabat yang memungkinkan ada perantaraan.
20.
Nahya
Rasulullah saw. (نهي رسل الله صلعم)
Nahya
Rasulullah saw. artinya “Rasulullah melarang”. Ini juga
merupakan lafadh seorang sahabat yang memungkinkan ada perantaraan.
21.
Dirayah
Ilmu Hadits Dirayah
disebut juga dengan ilmu Musthalahul Hadits
yaitu undang-undang (kaidah-kaidah) untuk mengetahui hal ihwal sanad,
matan, cara-cara menerima dan menyampaikan hadits, sifat-sifat rawi dan lain
sebagainya.
Obyek Ilmu Hadits Riwayah adalah meneliti kelakuan para rawi
dan keadaan marwinya (sanad dan matannya). Menurut sebagian ulama, yang menjadi
obyeknya ialah Rasulullah SAW sendiri dalam kedudukannya sebagai Rasul Allah.
Faedahnya atau tujuan ilmu ini adalah untuk menetapkan maqbul
(dapat diterima) atau mardudnya (tertolaknya) suatu hadits dan selanjutnya
untuk diamalkannya yang maqbul dan ditinggalnya yang mardud.
C.
Yang Berkaitan
Dengan Matan
1.
Hadits
Kata "Hadits" atau al-hadits menurut bahasa
berarti al-jadid (sesuatu yang baru), lawan kata dari al-qadim (sesuatu yang
lama). Kata hadits juga berarti al-khabar (berita), yaitu sesuatu yang
dipercakapkan dan dipindahkan dari seseorang kepada orang lain. Kata jamaknya,
ialah al-ahadis.
Secara terminologi, ahli hadits dan ahli ushul berbeda pendapat
dalam memberikan pengertian hadits. Di
kalangan ulama hadits sendiri ada juga beberapa definisi yang antara satu sama
lain agak berbeda. Ada yang mendefinisikan hadits, adalah : "Segala perkataan Nabi SAW, perbuatan,
dan hal ihwalnya". Ulama hadits menerangkan bahwa yang termasuk "hal
ihwal", ialah segala pemberitaan tentang Nabi SAW, seperti yang berkaitan
dengan himmah, karakteristik, sejarah kelahiran, dan kebiasaan-kebiasaanya.
Ulama ahli hadits yang lain merumuskan pengertian hadits
dengan :
"Segala sesuatu yang bersumber dari Nabi, baik berupa
perkataan, perbuatan, taqrir, maupun sifatnya".
2.
Khabar
Khabar menurut bahasa
adalah berita yang disampaikan dari seseorang kepada seseorang. Untuk itu
dilihat dari sudut pendekatan ini (sudut pendekatan bahasa), kata Khabar sama
artinya dengan Hadits.
Menurut Ibn Hajar al-Asqalani, yang dikutip as-Suyuthi, memandang
bahwa istilah hadits sama artinya dengan khabar, keduanya dapat dipakai untuk
sesuatu yang marfu, mauquf, dan maqthu'. Ulama lain, mengatakan bahwa kbabar
adalah sesuatu yang datang selain dari Nabi SAW., sedang yang datang dari Nabi
SAW. disebut Hadits.
Menurut istilah sumber ahli hadits, baik warta dari Nabi maupun
warta dari sahabat, ataupun warta dari tabi'in. Ada ulama yang berpendapat
bahwa khabar digunakan buat segala warta yang diterima dari yang selain Nabi
SAW. Dengan pendapat ini, sebutan bagi orang yang meriwayatkan hadits dinamai
muhaddits, dan orang yang meriwayatkan sejarah dinamai akhbary atau khabary.
Ada juga ulama yang mengatakan bahwa hadits lebih umum dari khabar,
begitu juga sebaliknya ada yang mengatakan bahwa khabar lebih umum dari
pada hadits, karena masuk ke dalam perkataan khabar, segala yang diriwayatkan,
baik dari Nabi maupun dari selainnya, sedangkan hadits khusus terhadap yang
diriwayatkan dari Nabi SAW. saja.
3.
Maqbul
Maqbul menurut
bahasa adalah yang diambil, yang diterima dan yang dibenarkan.
Sedangkan menurut istilah ahli hadis, hadis maqbul ialah hadis yang
telah sempurna syarat-syarat penerimaannya . Adapun syarat-syarat penerimaan
hadits menjadi hadits yang maqbul berkaitan dengan sanad-nya yang tersambung,
diriwayatkan oleh rawi yang adil dan dhabit, dan dari segi matan yang tidak
syadz dan tidak terdapat illat.
Hadits
maqbul ialah hadits yang dapat diterima sebagai
hujjah. Jumhur ulama sepakat bahwa hadits Shohih dan hasan sebagai hujjah. Pada
prinsipnya, baik hadits shohih maupun hadits hasan mempunyai sifat-sifat yang
dapat diterima (Maqbul). Walaupun rawi hadits hasan kurang hafalannya dibanding
dengan rawi hadits shohih, tetapi rawi hadits hasan masih terkenal sebagai
orang yang jujur.
4.
Mutawatir
Hadits
Muttawatir adalah berita dari Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam yang disampaikan secara bersamaan oleh orang-orang
kepercayaan dengan cara yang mustahil mereka bisa bersepakat untuk berdusta.
Hadits
mutawatir mempunyai empat syarat , yaitu :
·
Diriwayatkan
oleh segolongan orang yang banyak jumlahnya.
·
Menurut
kebiasaan, mustahil mereka sepakat dalam kedustaan.
·
Mereka
meriwayatkannya melalui orang yang semisal, mulai dari permulaan hingga akhir.
·
Hendaknya
musnad terakhir dari para perawi berpredikat hasan (baik).
Hadits
muttawatir dapat memberikan faedah ilmu yang bersifat dharuri, atau dengan kata
lain ilmu yang tidak dapat ditolak lagi
kebenarannya. Contoh hadits muttawatir adalah hadits yang mengatakan :
“Barang
siapa yang berdusta terhadapku atau atas namaku dengan sengaja, maka hendaklah
dia bersiap siap menempati tempat duduknya dari api neraka.”
5.
Ahad
Hadits
Ahad adalah hadits yang di dalamnya terdapat cacat
pada salah satu syarat muttawatirnya. Hadits ahad dapat memberikan faedah yang
bersifat zhan dan adakalanya dapat memberikan ilmu yang bersifat nazhari
(teori) apabila dibarengi dengan bukti yang menunjukkan kepadanya.
Hadits ahad
ialah hadits yang derajatnya tidak sampai ke derajat mutawatir. Hadits-hadits
ahad terbagi menjadi tiga macam.
a.
Hadits masyhur, yaitu hadits yang diriwayatkan dengan 3 sanad.
b.
Hadits ‘aziz, yaitu hadits yang diriwayatkan dengan 2 sanad.
c.
Hadits gharib, yaitu hadits yang diriwayatkan dengan 1 sanad.
6.
Hasan
Hadits hasan adalah hadits yang
diriwayatkan oleh orang yang adil. Hafalannya kurang sempurna tetapi sanad nya
muttashil lagi tidak mu’allal dan tidak pula syadz. Apabila hadits hasan ini
kuat, itu karena didukung oleh satu jalur atau dua jalur periwayatan lainnya,
maka predikatnya naik menjadi shahih lighairihi.
7. Aquluhu Sal’am (أقوله صلعم)
Maksudnya adalah perkataan yang pernah diucapkan oleh Nabi saw. dalam
berbagai bidang, seperti bidang hukum (syari’at), akhlaq, aqidah, pendidikan
dan sebagainya.
Sebagai contoh yang mengandung syari’at:
إنما أعمال باالنيات…..
“Sesungguhnya segala perbuatan disertai dengan niat….”.
8. Af’aluhu Sal’am (أفعاله صلعم)
Maksudnya adalah segala tingkah laku atau perbuatan Nabi saw. yang
merupakan bayan yang praktis terhadap peraturan syari’at yang belum jelas cara
pelaksanaannya, sebagai contoh: cara shalat, puasa, haji, dan lain-lain.
Contohnya:
كان النبي صلعم: يلبس قميصا فوق الكعبين (حاكم)
“Nabi saw. mengenakan jubbah (qamis) sampai diatas
mata kaki”
9. Ahwaluhu Sal’am (أحواله صلعم)
Maksudnya adalah hal ikhwal Nabi saw. yang menyangkut sifat-sifat dan
kepribadian serta keadaan fisik Nabi saw.
Dijelaskan dalam hadits tentang fisik Nabi saw.
كان رسول الله صلى الله عليه وسلم أحسن الناس وجها
وأحسنه خلقا ليس باالطويل البائن ولا باالقصير
“Rasul saw. adalah manusia yang sebaik-baiknya rupa
dan tubuh. Keadaan fisiknya tidak tinggi dan tidak pendek.” (H.R. Al-Bukhari)
10. Gharibul Hadits (غريب الحديث)
Ilmu gharib al-hadits adalah:
علم يعرف به معنى ما وقع فى متون الأحادث
Ilmu yang menerangkan makna kalimat yang terdapat dalam matan hadits yang
sukar diketahui maknanya dan jarang terpakai oleh umum.
Ilmu gharib al-hadits ini membahas lafazh yang musykil dan susunan kalimat
yang sukar dipahami sehingga orang tidak akan menduga-duga dalam memahami
redaksi hadits.
11. Sunnah
Sunnah adalah sebutan bagi amaliah yang mutawatiroh yakni cara Rasul
melaksanakan suatu ibadah yang dinukilkan kepada kita dengan amaliah yang
mutawatir. Ada yang berpendapat bahwa hadits khusus dengan perkataan dan
perbuatan, sedangkan sunnah lebih umum. Sebagian ulama ada yang memasukkan
perkataan dan perbuatan sahabat dan tabi’in dalam pengertian Sunnah.
Menurut Al-Imam
Al-Kamal Ibnu Humam, Sunnah adalah segala yang diriwayatkan dari Nabi
baik perkataan atau perbuatan , sedang hadist tentu perkataan saja”.
12. Atsar
Atsar menurut Etimologi adalah : Bekas / Sisa sesuatu. Atsar menurut
istilah jumhur artinya sama dengan khobar dan hadits. Para fuqoha’ memakai
perkataan Atsar untuk perkataan ulama salaf, sahabat, tabiin dan
lain-lain. Ada yang mengatakan atsar lebih umum daripada khobar.
Al Imam Al-Nawawi
menerangkan bahwa fuqoha’ khurosan menamai perkataan sahabat (hadist mauquf)
dengan atsar, dan menamai hadist Nabi dengan Khabar. Tapi para
muhadditsin umumnya menamai hadist Nabi dan perkataan sahabat dengan atsar
juga, dan setengah ulama memakai pula kata atsar untuk perkataan-perkataan
tabiin saja.
13. Mardud
Secara bahasa mardud
artinya ialah yang ditolak, yang tidak diterima. Secara istilah Hadits Mardud
ialah hadis yang tidak menunjuki keterangan yang kuat akan adanya dan tidak
menunjuki keterangan yang kuat atas ketidakadaannya, tetapi adanya dengan
ketidakadaannya bersamaan. Dalam definisi yang ekstrim disebutkan bahwa hadis
mardud adalah semua hadis yang telah dihukumi dhoif.
14. Masyhur
Hadits masyhur adalah hadits yang diriwayatkan oleh tiga orang atau lebih, tetapi masih belum
memenuhi syarat muttawatir. Terkadang diucapkan pula terhadap hadits
yang telah terkenal hingga menjadi buah bibir, sekalipun hal itu maudhu’
(palsu).
15. Shahih
Hadits shahih adalah hadits yang terpenuhi padanya lima syarat, yaitu:
1)
Bersambung sanadnya,
yaitu setiap perawi dari sanad bertemu langsung dengan gurunya dan mengambil
hadits darinya.
2)
Perawinya adil,
dan perawi adil yaitu yang memenuhi lima syarat: Islam, baligh, berakal, tidak
fasiq dan tidak melakukan khawarim al muruah (adab-adab yang tidak islami).
3)
Dlabith (menguasai
hadits yang ia riwayatkan). Dan dlabith ada dua macam yaitu: dlabith shadr
yaitu perawi hadits hafal hadits yg ia riwayatkan diluar kepala. Dan dlabith
kitab, yaitu kitab yang ia miliki selamat dari perubahan, kesalahan penulisan,
talqin dan sudah dicek kebenarannya.
4)
Tidak syadz,
yaitu periwayatan perawi yang tsiqah yang bertentangan dengan periwayatan perawi
lain yang lebih tsiqah.
5)
Tidak ada illatnya, dan
illat adalah penyakit hadits yang tersembunyi yang dapat merusak keabsahan
hadits.
16.
Dha’if
Hadits dha’if adalah hadits yang
peringkatnya dibawah hadits hasan, dengan pengertian karena didalamnya terdapat
cela pada salah satu syarat hadits hasan. Apabila hadits dha’if menjadi kuat
karena didukung oleh jalur periwayatan lainnya atau sanad lainnya maka
predikatnya naik menjadi hasan lighairihi.
Shahih dan hasan keduanya dapat diterima. Sedangkan dha’if ditolak, maka
tidak dapat dijadikan sebagai hujjah, kecuali dalam masalah keutamaan beramal,
tetapi dengan syarat predikat dha’ifnya tidak terlalu parah dan subyek yang
diketengahkan masih termasuk ke dalam pokok syariat, serta tidak berkeyakinan
ketika mengamalkannya sebagai hal yang telah ditetapkan, melainkan tujuan dari
pengamalannya hanyalah untuk bersikap hati-hati dalam beramal.
17. Riwayah
Ilmu Hadits Riwayah adalah Ilmu pengetahuan untuk mengetahui
cara-cara penukilan, pemeliharaan dan pendewanan apa-apa yang disandarkan
kepada Nabi Muhammad SAW, baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir maupun lain
sebagainya.
Obyek Ilmu Hadits Riwayah adalah bagaimana cara menerima,
menyampaikan kepada orang dan memindahkan atau mendewankan dalam suatu Dewan
Hadits. Dalam menyampaikan dan mendewankan hadits, baik mengenai matan maupun
sanadnya.
Faedah mempelajari ilmu ini adalah untuk menghindari adanya
kemungkinan salah kutip terhadap apa yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW.
Perintis pertama ilmu riwayah adalah Muhammad bin Syihab Az-Zuhry.
18. Ma Takhruju Bihi (ما تخرجوابه)
Maksudnya adalah apa yang telah dikeluarkan oleh Rasulullah saw. semuanya
berupa hadits.
19. Ma Yatahaddatsu Bihi (ما يتحدثوا به)
Maksudnya adalah apa yang telah dibicarakan oleh Rasulullah saw. semuanya
berupa hadits.
20. Ma Yanqilu Bihi (ما ينقلوا به)
Maksudnya adalah apa yang telah dipindahkan oleh Rasulullah saw. semuanya
berupa hadits.
D. Yang Berkaitan Dengan Sumber Pengutipan
1. Adil
Pengertian adil
adalah dimana semua orang mendapat hak menurut kewajibannya.
Yang dimaksud dengan perawi yang adil disamping harus muslim,
baligh, dan berakal sehat, para ulama berbeda pendapat mengenai
kriteria-kriteria mengenai sifat lain yang harus ada. Sifat-sifat itu antara
lain sebagai berikut:
·
Tidak pernah melakukan dosa besar dan tidak berulang kali melakukan dosa
kecil.
·
Menjaga sifat Muru’ah, yaitu senantiasa menjaga kehormatannya sesuai dengan
kedudukannya.
·
Senantiasa menjalankan perintah agama dan meninggalkan semua larangannya.
2. Taqwa
Taqwa maksudnya mentaati segala perintah Allah dan menjauhi segala
larangannya. Orang yang bertaqwa pasti akan menjauhi hal-hal maksiat dan tidak berbid’ah.
Jika perawi tidak memiliki sifat taqwa, dalam artian perawi tersebut sering
melakukan bid’ah, maka haditsnya akan diragukan keshahihannya.
3. Dhabit
Menurut bahasa dhabit yaitu yang kokoh,
yang kuat, dan yang hafal dengan sempurna.
Menurut istilah dhabit
yaitu orang yang menguasai hadits dengan baik dan teliti, sehingga ia hafal apa
yang ia dengar dan ia dapat mengulangnya dengan mudah. Artinya bahwa orang yang
disebut dhabit itu haruslah dapat mendengarkan secara utuh apa yang
diterima dan memahami sehingga isinya terpatri dalam ingatannya, kemudian mampu
menyampaikan kepada orang lain.
Singkatnya orang yang
dhabit itu mempunyai 3 fungsi otak yang baik, yaitu: Retention (mengecamkan),
Remembering (mengingat), Recalling (mereproduksikan kembali).
Dhabit pada periwatan hadis ini ada dua kategori, yaitu dhabit as-Sadr (terpeliharanya periwayatan dalam ingatan, sejak ia menerima hadis sampai ia meriwayatkan kembali pada orang lain) dan dhabit al-Kitab (terpeliharanya kebenaran suatu periwayatan melalui tulisan).
4. Kuat Ingatan
Kuat ingatan maksudnya seorang perawi yang tidak cacat.
Kuat ingatan ini sangat diperlukan perawi dalam meriwayatkan hadits. Dan ini
merupakan salah satu syarat perawi hadits.
5. Jujur
Jujur maksudnya mengakui suatu kebenaran
berdasarkan kenyataan yang ada. Jujur juga merupakan salah satu sifat perawi
hadist. Artinya jika perawi hadits tidak memiliki sifat jujur (suka berbohong),
maka haditsnya tidak diterima.
6. Jarhu
Jarah /
Jarhu adalah celaan atau komentar (penilaian buruk
para ahli) terhadap seorang rawi. Seperti Imam Al Bukhari mengatakan bahwa si
anu (si fulan) pendusta, mungkar, jelek hafalan dan lain-lain.
7. Berdosa Besar
Dosa besar
adalah dosa atas segala perbuatan yang pelakunya diancam dengan api neraka, laknat
atau murka Allah di akhirat atau
mendapatkan hukuman (had) di
dunia. Seseorang yang berdosa besar
berarti ia telah melakukan hal-hal yang ancamannya adalah api neraka.
Contoh dosa
besar adalah mencuri (karena perbuatan ini memiliki hukuman (had) yaitu potong tangan),
zina, membunuh, namimah atau adu domba (karena sabda Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam, “Orang yang melakukan namimah itu tidak akan masuk surga” (HR
Bukhari dan Muslim)), dan lain-lain.
8. Berdosa Kecil
Dosa kecil adalah dosa yang tidak ada hukuman (had)
di dunia, tidak dilaknat oleh Allah dan RasulNya, dan tidak ada pernyataan
bukan mukmin.
Contoh dosa kecil adalah zina mata,
zina hati, dan lain-lain sebagaimana sabda Rasulullah dari Abu Hurairah yang
artinya:
”Sesungguhnya Allah telah menetapkan
terhadap anak-anak Adam bagian dari zina yang bisa jadi ia mengalaminya dan hal
itu tidaklah mustahil. Zina mata adalah pandangan, zina lisan adalah perkataan
dimana diri ini menginginkan dan menyukai serta kemaluan membenarkan itu semua
atau mendustainya.” (HR. Bukhori)
Dosa kecil tidak selamanya kecil, tapi kadangkala
akan menjadi dosa besar, faktornya berupa:
·
Terus menerus melakukannya
·
Anggapan remeh atas dosa tersebut
·
Merasa senang dan bangga atas dosa
·
Membongkar dan menceritakan dosa yang telah ditutupi
oleh Allah
·
Jika pelakunya adalah orang alim yang jadi panutan
atau dikenal keshalihannya
9. Berdusta Besar
Berdusta besar
adalah melakukan / memberitakan sesuatu kepada manusia tidak sesuai dengan
kebenaran, baik dengan ucapan lisan secara tegas maupun dengan isyarat seperti
menggelengkan kepala atau mengangguk, juga menimbulkan dampak yang besar dan
luas, serta sangat merugikan.
10. Berdusta Kecil
Berdusta kecil adalah dusta yang biasa kita lakukan sehari-hari tanpa kita
sadari, tidak menumbulkan efek / dampak yang besar, serta tidak merugikan orang
lain.
Contoh berdusta
kecil adalah memanggil ayam yang ingin disembelih dengan cara menaburkan
kertas putih disuatu tempat, seolah-olah kita memberi makannya, dan ketika ayam
itu datang kita malah menangkapnya.
11. Jahlah (Jahil)
Jahil / Majhul
maksudnya tidak diketahui identitasnya. Majhul tergolong atas: Majhul Ain,
maksudnya tidak dikenal karena hanya mempunyai seorang murid. Dan Majhul Hal,
maksudnya tidak dikenal karena hanya mempunyai dua orang murid.
12. Bermarwah
Bermarwah
maksudnya memiliki sesuatu yang disegani oleh orang lain, baik tingkah lakunya
maupun perangainya. Bermarwah merupakan salah satu syarat perawi dalam
meriwayatkan hadits.
13. Syirik
Syirik maksudnya menyekutukan Tuhan atau
menyembah selain Yang Maha Esa. Dalam artian syirik ini bertentangan dengan
ajaran tauhid. Seorang rawi tidak boleh syirik, jika ia syirik maka hadits yang
diriwayatkan akan ditolak (tidak terima).
14. Fasiq
Kata fasik berasal dari kata dasar al-fisq
yang berarti “keluar” . Para ulama mendefinisikan fasik sebagai “orang
yg durhaka kepada Allah SWT karena meninggalkan perintah-Nya atau melanggar
ketentuannya.” Orang fasik adalah orang yang melakukan dosa besar dan sering
melakukan dosa kecil.
15. Berbid’ah
Berbid’ah
maksudnya melakukan peribadatan yang baru dan ibadah tersebut tidak pernah
dicontohkan / dilakukan oleh Rasulullah Saw.
16. Mubham
Definisi
mubham adalah:
الْمُبْهَمُ مَنْ لَمْ يُسَمِّ فِي السَّنَدِ مِنَ
الرُّوَاةِ
Yang dinamakan mubham adalah rawi yang tidak disebutkan
namanya di dalam sanad.
Contohnya adalah hadis yang dikeluarkan
oleh Abu Dawud di dalam as-Sunan (3790):
عَنِ الْحَجَّاجِ بْنِ فُرَافِصَةَ عَنْ
رَجُلٍ عَنْ أَبِي سَلَمَةَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَفَعَاهُ جَمِيعًا قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: الْمُؤْمِنُ غِرٌّ كَرِيمٌ وَالْفَاجِرُ خِبٌّ
لَئِيمٌ
“Dari al-Hujjaj bin Farafshah, dari seseorang,
dari Abu Salamah, dari Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah saw bersabda:
Mu’min itu sopan lagi mulia, dan pendosa penipu lagi keji.”
17. Tertuduh Dusta
Tertuduh berdusta
maksudnya orang yang telah terkenal berdusta dalam pembicaraan, tetapi belum
dapat dibuktikan bahwa ia pernah berdusta dalam soal meriwayatkan Hadits.
18. Majnun
Majnun artinya gila. Ini merupakan salah satu
sifat yang dapat membuat gugurnya perawi dalam meriwayatkan hadits. Hadits yang
diriwayatkan oleh rawi yang majnun biasanya ditolak, karena rawi tersebut
dianggap cacat bathiniyah.
19. Gaflah
Gaflah mempunyai 2 maksud, yaitu:
a)
lalai dengan sengaja
b)
Sifat bagi rawi yang lalai dengan sengaja
20.
Fihi Nazharun
Fihi nazharun
merupakan istilah yang dipergunakan oleh kritikus Hadits, khususnya imam Al
Bukhari, dalam menilai seseorang yang kredibilitasnya sangat buruk.
E. Yang Berkaitan Dengan Kepakaran Yang
Disebut Juga Dengan Bendaharawan Hadits, Mereka Meriwayatkan Lebih Dari 1000
Hadits.
1.
Khulafaurrasyidin dan Abdullah bin Mas’ud
(As-Sabiqul Auwalun)
·
Masa Pemerintahan Abu Bakar dan Umar ibn Khattab
Setelah Rasulullah wafat, banyak sahabat yang berpindah ke
kota-kota di luar Madinah. Sehingga memudahkan untuk percepatan penyebaran
hadits. Namun, dengan semakin mudahnya
para sahabat meriwayatkan hadits dirasa cukup membahayakan bagi otentisitas hadits tersebut. Maka Khalifah
Abu Bakar menerapkan peraturan yang
membatasi periwayatan hadits. Begitu juga dengan Khalifah Umar ibn
al-Khattab. Dengan demikian periode
tersebut disebut dengan Masa Pembatasan Periwayatan Hadits.
Pembatasan tersebut dimaksudkan agar tidak banyak dari sahabat yang
mempermudah penggunaan nama
Rasulullah dalam berbagai urusan, meskipun jujur dan dalam permasalahan yang
umum. Namun pembatasan tersebut tidak berarti bahwa kedua khalifah tersebut
anti-periwayatan, hanya saja beliau sangat selektif terhadap periwayatan hadits.
Segala periwayatan yang mengatasnamakan
Rasulullah harus dengan mendatangkan saksi.
·
Masa Pemerintahan Utsman ibn Affan dan Ali ibn Abi Thalib
Secara umum, kebijakan pemerintahan Utsman ibn Affan dan Ali ibn
Abi Thalib tentang periwayatan tidak berbeda dengan apa yang telah ditempuh
oleh kedua khalifah sebelumnya. Namun, langkah yang diterapkan tidaklah setegas
langkah khalifah Umar ibn al-Khattab. Dalam sebuah kesempatan, Utsman meminta
para sahabat agar tidak meriwayatkan hadits yang tidak mereka dengar pada zaman
Abu Bakar dan Umar. Namun pada dasarnya, periwayatan Hadits pada masa
pemerintahan ini lebih banyak daripada
pemerintahan sebelumnya.
Keleluasaan periwayatan hadits tersebut juga disebabkan oleh
karakteristik pribadi Utsman yang lebih lunak jika dibandingkan dengan Umar.
Selain itu, wilayah kekuasaan Islam yang semakin luas juga menyulitkan pemerintah
untuk mengontrol pembatasan riwayat secara maksimal.
Sedangkan pada masa Ali ibn Abi Thalib, situasi pemerintahan Islam
telah berbeda dengan masa-masa sebelumnya. Masa itu merupakan masa krisis dan
fitnah dalam masyarakat. Terjadinya peperangan antar beberapa kelompok
kepentingan politik juga mewarnai pemerintahan Ali. Secara tidak langsung, hal
itu membawa dampak negatif dalam periwayatan hadits. Kepentingan politik telah
mendorong pihak-pihak tertentu melakukan pemalsuan hadits. Dengan demikian,
tidak seluruh periwayat hadits dapat dipercaya
riwayatnya.
2.
Abu Hurairah (Beliau Terus Menerus Melazimi
Nabi)
Nama lengkap Abu Hurairah adalah’Abd
al-Rahman ibn Shakhr[1]
al-Dausi al-Yamani. Abu Hurairah senantiasa bersama Rasul saw. selama tiga
tahun. Masa yang singkat tersebut dipergunakannya untuk menyerap dan menimba
berbagai ilmu pengetahuan dari Rasul saw. sehingga dia dapat meriwayatkan
hadits lebih banyak dari sahabat-sahabat lainnya.
Dari 5374 hadits yang diriwayatkan oleh Abu
Hurairah, 325 hadits terdapat pada
Shahih Bukhari dan Shahih Muslim, 93 hadits diriwayatkan oleh Bukhari saja, dan
189 hadits diriwayatkan oleh Muslim saja.
Terdapat kontroversi di kalangan para ulama
mengenai status riwayat Abu Hurairah. Syu’bah ibn al-Hajjaj menuduh Abu
Hurairah telah melakukan tadlis dalam periwayatannya. Meskipun terdapat
sejumlah orang yang mengkritik Abu Hurairah, namun dalam beberapa hal mereka
juga memuji Abu Hurairah.
3.
Anas bin Malik (Meriwayatkan Dari Nabi Dan
Sahabat)
Nama lengkapnya adalah Anas ibn Malik ibn
al-Nadhr ibn Dhamdham al-Anshari al-Khazraji an-Najjari. Ketika Rasul saw
hijrah ke Madinah, Anas baru berusia 10 tahun.
Sumber hadits Anas, selain berasal langsung
dari Nabi saw., juga diperolehnya melalui Abu Bakar, ‘Umar, ‘Utsman, ‘Abd Allah
ibn Mas’ud, ‘Abd Rahman ibn ‘Auf, dan lain-lain. Dan dari Anas, telah
meriwayatkan hadits-haditsnya sejumlah sahabat dan tabi’in, seperti Al-Hasan,
Abu Qalabah, Abu Majaz, Muhammad ibn Sirin, ibn Syihab al-Zuhri, dan lain-lain.
Anas adalah perawi hadits terbanyak ketiga di kalangan sahabat.
Jumlah hadits yang diriwayatkannya adalah 2286 hadits. Diantaranya 318 hadits
diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, 80 hadits diriwayatkan oleh Bukhari saja,
dan 70 hadits diriwayatkan oleh Muslim saja.
4.
Isteri – Isteri Nabi (Lama Menyertai Nabi)
Dia adalah ‘Aisyah binti Abu Bakar
ash-Shiddiq, salah seorang istri Rasul saw yang menikah pada bulan Syawal tahun
2 H. Aisyah hidup bersama Rasulullah selama 8 tahun 5 bulan.
Selain langsung dari Rasulullah sebagai
sumber yang terbanyak dari perbendaharaan haditsnya, aisyah juga menerima
hadits melalui ayahnya Abu Bakar, Umar, Sa’ad ibn Abi Waqqash, Usaid ibn
Khudhair, dan lain-lain. Dan dari Aisyah terdapat sejumlah sahabat dan tabi’in
yang meriwayatkan hadits-haditsnya, seperti Abu Hurairah, Abu Musa al-Asy’ari,
Zaid ibn Khalid al-Juhni, dan lain-lain.
Jumlah hadits yang diriwayatkan oleh Aisyah
adalah 2210 hadits. Sejumlah 316 hadits terdapat pada Shahih Bukhari dan
Muslim, 54 hadits diriwayatkan oleh Bukhari saja, 68 diriwayatkan oleh Muslim
saja, serta hadits-hadits lainnya dijumpai pada Al-Kutub al-Sittah dan
kitab-kitab Sunan lainnya.
5.
Abdullah Ibnu ‘Ash (Dhabitulkitab Wa
Dhabitushshadri)
Artinya : berusaha mencatat dan kuat
hafalannya.
Dia adalah seorang dari Abadilah yang
faqih, ia memeluk agama Islam sebelum ayahnya, kemudian hijrah sebelum
penaklukan Mekkah. Abdullah seorang ahli ibadah yang zuhud, banyak berpuasa dan
shalat, sambil menekuni hadits Rasulullah Shallahllahu ‘alaihi Wasallam.
Jumlah hadits yang ia riwayatkan mencapai
700 hadits, sesudah minta izin Nabi Shallahu ‘alaihi Wasallam untuk menulis, ia
mencatat hadits yang didengarnya dari Nabi. Mengenai hal ini Abu Hurairah
berkata “ Tak ada seorangpun yang lebih hapal dariku mengenai hadits
Rasulullah, kecuali Abdullah bin Amr bin al-Ash. Karena ia mencatat sedangkan
aku tidak”.
Abdullah bin Amr nin ‘Ash meriwayatkan
hadits dari Umar, Abu Darda, Muadz bin Jabal, Abdurahman bin Auf, dan beberapa
yang lain. Yang meriwayatkan darinya antara lain Abdullah bin Umar bin
Al-Khatthab, as-Sa’ib bin Yazid, Sa’ad bin Al-Musayyab, Thawus, dan Ikrimah.
Abdullah bin Amr bin ‘Ash wafat pada tahun
63 H pada malam pengepungan Al-Fusthath.
Ijin copy paste ya min , buat tambahan ilmu .
BalasHapus