Sosiodrama
berasal dari kata : sosio dan drama. Sosio berarti sosial yaitu masyarakat, dan
drama berarti mempertunjukkan, mempertontonkan atau memperlihatkan.Sosial atau
masyarakat terdiri dari manusia yang satu lain terjalin hubungan yang dikatakan
hubungan sosial.
Drama dalam
pengertian luas adalah mempertunjukkan atau mempertontonkan keadaan atau
peristiwa-peristiwa yang dialami orang, sifat dan tingkah laku orang.
Metode
sosiodrama berarti cara menyajikan bahan pelajaran dengan mempertunjukkan atau
mempertontonkan atau mendemontrasikan cara tingkah laku dalam hubungan sosial.
Pengertian
Bermain Peran adalah memegang fungsi. Menurut Gilstrap dan Martin, bermain
peran adalah memerankan karakter /tingkah laku dalam pengulangan kejadian yang
diulang kembali, kejadian masa depan, kejadian yang masa kini yang penting
atau situasi yang imajinati.
Bermain
peran dalam pembelajaran merupakan usaha untuk memecahkan masalah melalui
peragaan, serta langkah-langkah identifikasi masalah, analisis, pemeranan, dan
diskusi.
Pada
pembelajaran bermain peran, pemeranan tidak dilakukan secara tuntas sampai
masalah dapat dipecahkan. Hal ini dimaksudkan untuk mengundang rasa
kepenasaran peserta didik yang menjadi pengamat agar turut aktif mendiskusikan
dan mencari jalan ke luar. Dengan demikian, diskusi setelah bermain peran akan
berlangsung hidup dan menggairahkan peserta didik.
Hakekat
pembelajaran bermain peran terletak pada keterlibatan emosional pemeran dan
pengamat dalam situasi masalah yang secara nyata dihadapi.
Istilah sosiodrama dan bermain peranan (role playing) dalam metode
merupakan dua istilah yang kembar, bahkan didalam pelaksanaanya dapat dilakukan
dalam waktu bersamaan dan silih berganti
Sosiodrama yang dimaksudkan adalah suatu cara mengajar
dengan jalan mendramatisasikan bentuk tingkah laku dalam hubungan sosial. Pada
metode bermain peranan, titik tekanannya terletak pada keterlibatan emosional
dan pengamatan indera ke dalam suatu situasi masalah yang secara nyata dihadapi
oleh peserta didik.
Proses interaksi antar siswa dan antara siswa dengan
guru dalam kegiatan pembelajaran dengan metode sosiodrama akan lebih aktif,
komunikasi berjalan dua arah dari Guru ke siswa dan dari siswa ke guru. Dengan
demikian, siswa tidak hanya menerima penjelasan materi secara teoritis tetapi
juga ikut mengamati dan menganalisa masalah yang sedang diperankan yang
merupakan ilustrasi dari materi yang akan disampaikan. Hal ini jelas sangat
berbeda ketika siswa mengikuti proses pembelajaran dengan metode konvensional.
Kesan yang muncul ketika siswa mengikuti kegiatan
pembelajaran dengan metode konvensional adalah siswa menjadi objek dari materi
yang disampaikan oleh guru. Sedangkan metode sosiodrama memberikan kesempatan
kepada siswa untuk ikut berperan sebagai subjek dan mengembangkan pemahaman
yang lebih luas tentang masalah yang dihadapi.
Dalam pembelajaran Matematika kelas VII, metode
sosiodrama dapat diterapkan misalnya dalam pemaparan materi Himpunan.
Dalam hal ini, siswa dapat diarahkan untuk membentuk himpunan sesuai dengan
ketentuan atau syarat pembentukan suatu himpunan.
Dengan demikian, siswa terlibat langsung dalam
pembentukan sebuah himpunan sehingga secara nyata ada keterlibatan emosional
dan pengamatan indera ke dalam masalah yang dihadapi tersebut. Dan tentunya,
dengan cara ini akan memunculkan berbagai analisa sesuai tingkat kemampuan dan
pemahaman siswa terhadap masalah sehingga tugas guru adalah mengarahkan hasil
analisa masing-masing siswa ke dalam simpulan yang sesuai dengan definisi
himpunan yang tepat.
Namun, metode pembelajaran bermain peran/sosiodrama
(Role Playing) tidak dapat digunakan untuk pemaparan semua materi Matematika di
kelas VII. Harus ada pemilihan yang sesuai dengan materi yang akan disampaikan.
Di sini sangat bergantung pada kejelian guru dalam memilih metode yang tepat
untuk setiap materi.
Secara umum metode pembelajaran bermain
peran/sosiodrama (Role Playing) dapat
digunakan apabila :
1) Pelajaran
dimaksudkan untuk melatih dan menanamkan pengertian dan perasaan seseorang
2) Pelajaran
dimaksudkan untuk menumbuhkan rasa kesetiakawanan sosial dan rasa tanggung
jawab dalam memikul amanah yang telah dipercayakan
3) Jika
mengharapkan partisipasi kolektif dalam mengambil suatu keputusan
4) Apabila
dimaksudkan untuk mendapatkan ketrampilan tertentu sehingga diharapkan siswa
mendapatkan bekal pengalaman yang berharga, setelah mereka terjun dalam
masyarakat kelak
5) Dapat
menghilangkan malu, dimana bagi siswa yang tadinya mempunyai sifat malu dan
takut dalam berhadapan dengan sesamanya dan masyarakat dapat berangsur-angsur
hilang, menjadi terbiasa dan terbuka untuk menyesuaikan diri dengan
lingkungannya
6) Untuk
mengembangkan bakat dan potensi yang dimiliki oleh siswa sehingga amat berguna
bagi kehidupan dan masa depannya kelak, terutama yang berbakat bermain drama,
lakon film dan sebagainya.
7) Untuk
meningkatkan kemampuan penalaran peserta didik secara lebih kritis dan detail
dalam pemecahan masalah.
8) Untuk
meningkatkan pemahaman konsep dari materi yang diajarkan
Penerapan
Metode Sosiodrama dan Bermain Peran
Sebelum
menerapkan metode pembelajaran Sosiodrama/Bermain peran (Role Playing), guru
hendaknya menyusun skenario sesuai kebutuhan. Mengacu pada Rencana Proses
Pembelajaran dan Silabus yang telah disusun. Hal ini perlu agar kegiatan
pembelajaran dapat berjalan menarik, mencapai sasaran dan tidak melebihi
alokasi waktu yang ditentukan.
Langkah-langkah yang dapat ditempuh dlm menerapkan metode
pembelajaran Bermain peran/Sosiodrama (Role Playing) antara lain:
1) Bila
metode sosiodrama baru diterapkan dalam pengajaran, maka hendaknya guru
menerangkannya terlebih dahulu teknik pelaksanaannya, dan menentukan diantara
siswa yang tepat untuk memerankan tokoh-tokoh tertentu, kemudian secara
sederhana dimainkan di depan kelas.
2) Menerapkan
situasi dan masalah yang akan dimainkan dan perlu juga diceritakan jalannya
peristiwa dan latar belakang cerita yang akan diperankan tersebut sesuai dengan
materi yang akan disampaikan.
3) Pengaturan
adegan dan kesiapan mental dapat dilakukan sedemikian rupa sehingga benar-benar
bisa membangun interaksi yang lebih menarik.
4) Setelah
sosiodrama itu dalam puncak klimas, maka guru dapat menghentikan jalannya
drama. Hal ini dimaksudkan agar kemungkinan-kemungkinan pemecahan masalah dapat
diselesaikan secara umum, sehingga penonton (siswa yang mengamati) ada
kesempatan untuk berpendapat dan menilai sosiodrama yang dimainkan. Sosiodrama
dapat pula dihentikan bila menemui jalan buntu.
5) Siswa
diberikan kesempatan untuk memberikan komentar, kesimpulan atau berupa catatan
kesesuaian jalannya sosiodrama dengan materi yang sedang dibicarakan.
6) Guru
menerima semua masukan, dari siswa dan memberikan simpulan yang tepat dari
pengilustrasian materi melalui metode sosiodrama tersebut.
7) Menyelaraskan
pemahaman konsep yang dijelaskan dalam pemecahan masalah/soal yang berkaitan
dengan materi pembelajaran.
Setelah
kegiatan selesai, guru bisa memberikan contoh soal yang harus diselesaikan
dengan menggunakan konsep seperti yang telah diperagakan oleh siswa melalui
metode sosiodrama tersebut. Untuk selanjutnya bisa dievaluasi apakah metode
tersebut berhasil atau belum yang indikasinya bisa dilihat melalui kemampuan
pengintegrasian konsep yang diperagakan ke dalam masalah/soal yang harus
diselesaikan.
Kelebihan dan Kelemahan Metode Bermain Peran atau
Sosiodrama
Kelebihan:
metode
bermain peran:
1.
Siswa melatih dirinya untuk melatih, memahami, dan
mengingat isi bahan yang akan didramakan. Sebagai pemain harus memahami,
menghayati isi cerita secara keseluruhan, terutama untuk materi yang harus
diperankannya. Dengan demikian, daya ingatan siswa harus tajam dan tahan lama.
2.
Siswa akan terlatih untuk berinisiatif dan berkreatif.
Pada waktu main drama para pemain dituntut untuk mengemukakan pendapatnya
sesuai dengan waktu yang tersedia.
3.
Bakat yang terdapat pada siswa dapat dipupuk sehingga
dimungkinkan akan muncul atau tumbuh bibit seni drama dari sekolah. Jika seni
drama dibina dengan baik kemungkinan besar mereka akan menjadi pemain yang baik
kelak.
4.
Kerjasama antar pemain dapat ditumbuhkan dan dibina
dengan sebaik-baiknya
5.
Siswa memperoleh kebiasaan untuk menerima dan membagi
tanggung jawab dengan sesamanya.
6.
Bahasa lisan siswa dapat dibina menjadi bahasa yang
baik agar mudah dipahami orang lain.
metode
sosiodrama:
1.
Memberi kesempatan kepada anak-anak untuk berperan
aktif mendramatisasikan sesuatu masalah sosial yang sekaligus melatih
keberanian serta kemampuannya melakukan suatu agenda di muka orang banyak.
2.
Suasana kelas sangat hidup karena perhatian para murid
semakin tertarik melihat adegan seperti keadaan yang sesungguhnya.
3.
Para murid dapat menghayati seseuatu peristiwa,
sehingga mudah memahami, membanding-banding, menganalisa serta mengambil
kesimpulan berdasarkan penghayatannya sendiri.
4.
Anak-anak menjadi terlatih berpikir kritis dan
sistematis.
Kelemahan dari 2 metode di atas, dapat
dijelaskan sebagai berikut:
1.
Sebagian besar anak yang tidak ikut bermain drama mereka
menjadi kurang kreatif.
2.
Banyak memakan waktu, baik waktu persiapan dalam
rangka pemahaman isi bahan pelajaran maupun pada pelaksanaan pertunjukan.
3.
Memerlukan tempat yang cukup luas, jika tempat bermain
sempit menjadi kurang bebas.
4.
Sering kelas lain terganggu oleh suara pemain dan para
penonton yang kadang-kadang bertepuk tangan, dan sebagainya.
5.
Metode ini membutuhkan ketekunan, kecermatan dan waktu
cukup lama.
6.
Guru yang kurang kreatif biasanya sulit berperan
menirukan sesuatu situasi/tingkah laku sosial yang berarti pula metode ini
baginya sangat tidak efektif.
7.
Ada kalanya para murid enggan memerankan suatu adegan
karena merasa rendah diri atau malu.
8.
Apabila pelaksanaan dramatisasi gagal, maka guru tidak
dapat mengambil sesuatu kesimpulan apapun yang berarti pula tujuan pengajaran
tidak dapat tercapai.
Penggunaan
banyak metode dalam pembelajaran memang sangat disarankan untuk memberikan
kenyamanan aktifitas dari pembelajaran itu sendiri di dalam kelas. Penggunaan
satu metode lebih cenderung menghasilkan kegiatan belajar-mengajar yang
membosankan bagi anak didik. Jalannya pengajaran pun akan tampak kaku. Kondisi
seperti ini sangat tidak menguntungkan bagi guru dan anak didik. Guru
mendapatkan kegagalan dalam menyampaikan materi dan anak didik dirugikan. Dalam
penggunaan metode, guru juga harus menyesuaikan kondisi dan suasana kelas.
Jumlah anak mempengaruhi penggunaan metode. Jadi penggunaan metode yang tepat
dan bervariasi dapat dijadikan sebagai alat motivasi dalam pembelajaran.
Cara-cara
mengatasi kelemahan – kelemahan Metode Sosiadrama
Usaha-usaha
untuk mengatasi kelemahan-kelemahan dari metode sosiodrama antara lain ialah :
·
Guru harus menerangkan kepada siswa untuk
memperkenalkan metode ini, bahwa dengan jalan sosiodrama siswa diharapkan dapat
memecahkan masalah hubungan sosial yang aktual ada di masyarakat kemudian guru
menunjuk beberapa siswa yang akan berperan masing-masing akan mencari pemecahan
masalah sesuai dengan perannya dan siswa yang lain menjadi penonton dengan
tugas-tigas tertentu
·
Guru harus memilih masalah yang urgen sehingga menarik
minat anak. Ia mampu menjelaskan dengan baik dan menarik sehingga siswa
terangsang untuk berusaha memecahkan masalah itu.
·
Agar siswa memahami peristiwanya maka guru harus bisa
menceritakan sambil mengatur adegan yang pertama.
·
Bobot atau luasnya bahan pelajaran yang akan
didramakan harus disesuaikan dengan waktu yang tersedia. Oleh karena itu harus
diusahakan agar para pemain berbicara dan melakukan gerakan jangan sampai
banyak variasi yang kurang berguna.
Bila metode
ini dikendalikan dengan cekatan oleh guru, banyak
manfaat yang dapat dipetik, sebagai metode cara ini :
(1) Dapat
mempertinggi perhatian siswa melalui adegan-adegan, hal mana tidak selalu
terjadi dalam metode ceramah atau diskusi.
(2) Siswa tidak saja mengerti persoalan sosial
psikologis, tetapi mereka juga ikut merasakan perasaan dan pikiran orang lain
bila berhubungan dengan sesama manusia, seperti halnya penonton film atau
sandiwara, yang ikut hanyut dalam suasana film seperti, ikut menangis pada
adegan sedih, rasa marah, emosi, gembira dan lain sebagainya.
(3) Siswa dapat menempatkan diri pada tempat
orang lain dan memperdalam pengertian mereka tentang orang lain.
Tujuan
Sosiodrama
Dapat
dikatakan bahwa teknik sosiodrama lebih tepat digunakan untuk mencapai tujuan
yang mengarah pada :
a.
Aspek afektif motorik dibandingkan pada aspek
kognitif, terkait dengan kehidupan hubungan sosial. Sehubungan dengan itu maka
materi yang disampaikan melalui teknik sosiodrama bukan materi yang bersifat konsep-
konsep yang harus dimengerti dan dipahami, tetapi berupa fakta, nilai, mungkin
juga konflik-konflik yang terjadi di lingkungan kehidupannya.
b.
Melalui permainan sosiodrama, konseli diajak untuk
mengenali, merasakan suatu situasi tertentu sehingga mereka dapat menemukan
sikap dan tindakan yang tepat seandainya menghadapi situasi yang sama.
Diharapkan akhirnya mereka memiliki sikap dan keterampilan yang diperlukan
dalam mengadakan penyesuaian sosial.
Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Sosiodrama
Terdapat
beberapa faktor yang mempengaruhi model sosiodrama (Husniah:2011). Di antaranya
adalah faktor guru, siswa dan bahan. Berikut merupakan penjelasan dari
faktor-faktor tersebut.
a.
aktor guru
Guru tidak
diperkenankan untuk bersifat apriori. Setiap individu (siswa) akan menghayati
dan memahami fenomena sosial dengan caranya sendiri. Apa yang ia lakukan,
keputusan apa yang akan dipilih merupakan kebebasan dari pemeran.
b.
Siswa
Dramatisasi
ini akan berhasil apabila siswa dapat menjiwai perannya.dapat bertingkah laku sebagaimana
dalam situasi sesungguhnya.
c.
Bahan
Sesuatau
yang akan didramatisasikan dikatakan bagus apabila terdapat kesesuaian bahan
dengan pemerannya. Kriteria pemilihan bahan harus disesuaikan antara lain:
a.
Bahan harus sesuai dengan perkembangan jiwa siswa
b.
Bahan harus memperkaya pengalaman sosial siswa
c.
Bahan harus cukup mengandung sikap dan perbuatan yang
akan didramatisasikan siswa
d.
Bahan tidak mengandung adegan yang bertentangan dengan
nilai pancasila, agama, dan kepribadian bangsa.
Soal Cerita Penjumlahan
Seperti yang
telah dikemukakan sebelumnya, jika siswa belum pernah diajarkan suatu topik
pembelajaran tertentu (misal soal cerita penjumlahan dan pengurangan di kelas
I) maka menurut Bruner, tahapan kegiatan pembelajarannya harus dimulai
dari (1) konkrit (enactive), (2) semi konkrit (econic), dan (3) abstrak
(symbolic).
Untuk soal
cerita penjumlahan tahapan-tahapan pembelajaran yang dimaksud
selengkapnya
adalah seperti berikut.
1. Tahapan
Konkrit (Enactive)
, dan : )
dan tandatanda operasi saja (= , ×Pada kegiatan pembelajaran konkrit
ini guru bertindak sebagai fasilitator. Peranannya adalah sebagai pemandu siswa
dalam kegiatan bermain peran dan menyatakan masing-masing fakta yang dihasilkan
pada setiap hasil peragaan dalam bentuk kalimat matematika. Kalimat matematika
yang dimaksud adalah kalimat yang ditulis dalam bentuk angka-angka (1, 2, 3,
... dan seterusnya hingga 9), tanda-tanda relasi (+ , – , < , > ). Beberapa siswa diminta maju ke
depan secara bergiliran (hanya beberapa hingga sekitar 8 siswa saja meskipun
semua siswa tertarik untuk maju ke depan) untuk melakukan kegiatan bermain
peran. Dalam setiap kali bermain peran guru selalu menuliskan di papan tulis
angka-angka yang bersesuaian dengan fakta yang diperagakan. ³, atau £,
Contoh:
Soal cerita
yang akan dimainperankan:
roni
memegang kapur 2,
tito
memegang kapur 3,
kapur roni
dan kapur tito digabung
diberikan
pada bu guru
berapa kapur
yang diterima bu guru.?
Teknis peragaannya:
Dua orang
siswa bernama Roni dan Tito dipanggil ke depan. Roni diberi kapur 2 buah oleh
gurunya. Tito diberi kapur 3 buah.
Guru itu
kemudian menanyakan kepada siswa-siswa lainnya, ”Anak-anak, berapa kapur yang
dipegang temanmu Roni?”, (sambil meminta Roni mengangkat tinggi-tinggi 2 kapur
yang dipegangnya). Setelah para siswa lainnya menjawab ”dua...”, guru kemudian
menuliskan angka “2” di papan tulis.
Pertanyaan
berikutnya, ”Anak-anak, berapa kapur yang dipegang temanmu Tito?”, (sambil
meminta Tito mengangkat tinggi-tinggi 3 kapur yang dipegangnya). Setelah para
siswa lainnya menjawab ”tiga ...”, guru kemudian menuliskan angka 3 di papan
tulis, di kanan angka 2 yang sudah ditulis sebelumnya.
Perintah
guru berikutnya, ”Sekarang coba kapur Roni dan kapur Tito digabung, berikan
pada Bu guru, berapa kapur yang diterima oleh Bu guru?”. Guru kemudian
mengangkat tinggi-tinggi 5 kapur yang dipegangnya. Setelah dijawab lima oleh
siswa-siswa lainnya, guru kemudian menuliskan angka 5 di papan tulis, di
sebelah kanan angka 2 dan 3 yang sudah ditulis sebelumnya.
2 3 5
Perhatikan
bahwa tanda tambah (+) dan tanda sama dengan (=) sengaja belum ditulis, sambil
menunggu 4 atau 5 soal cerita penjumlahan lainnya yang akan dimainperankan
berikutnya.
Selanjutnya
guru memanggil lagi 2 orang siswa, misal bernama Eni dan Dita. Soal cerita yang
akan dimainperankan berikutnya misal:
dita
memegang sedotan 4
eni memegang
sedotan 2
sedotan dita
dan sedotan eni digabung
diberikan
pada bu guru
berapa
sedotan yang diterima bu guru?
Dengan cara
yang sama akhirnya Ibu guru menulis di papan tulis (di bawah tulisan no.1 tadi)
“4 2 6”. Sehingga dua baris tulisan yang tampak di papan tulis adalah
2 3 5
4 2 6
Demikian
seterusnya hingga soal cerita yang ke-5. Guru memanggil seorang siswa, misal
namanya Faris. Soal yang dimainperankan misal:
Faris mempunyai
pensil 3
Diberi lagi oleh Ibu guru 1
Berapa
pensil Faris sekarang
Akhirnya
dari peragaan di atas diperoleh kalimat matematika berbentuk:
3 1 4
Sehinga
hasil seluruhnya dari 5 soal yang dimainperankan selengkapnya adalah:
2 3 5
4 2 6
1 2 3
4 1 5
3 1 4
Setelah
kelima soal tersebut selesai dimainperankan, guru kemudian melengkapi kelima
hasil peragaan tersebut dengan tanda ”+” dan ”=” sambil mengajak siswa
membacanya secara lantang.
2 + 3 = 5
...........dibaca ” dua ditambah tiga sama dengan lima”
4 + 2 =
6............dibaca ” empat ditambah dua sama dengan enam”
1 + 2 =
3............dibaca ” satu ditambah dua sama dengan tiga”
4 + 1 =
5............dibaca ” empat ditambah satu sama dengan lima”
3 + 1 = 4
...........dibaca ” tiga ditambah satu sama dengan empat”
2. Tahapan
Semi Konkrit (Econic)
Setelah
pengalaman konkrit melalui kegiatan bermain peran dilakukan dan dirasa siswa
sudah tampak mendapatkan gambaran tentang arti matematika dari soal cerita yang
baru saja dimainperankan, tahapan berikutnya adalah tahapan semi konkkrit. Pada
tahap ini tiap siswa diberi satu LKS. Isi LKSnya adalah soal-soal cerita yang
semuanya ditulis di atas gambar-gambar yang memperagakan soal-soal cerita
tersebut. Tujuannya untuk memantapkan pemahaman siswa yang baru saja diperoleh
dari kegiatan bermain peran.
Berikut
contoh bentuk LKS yang dimaksudkan.
3. Tahapan
Abstrak (Symbolic)
Setelah
siswa menjalani tahapan pembelajaran konkrit (melalui kegiatan bermain peran)
dan semi konkrit (melaui kegiatan mengisi LKS) maka tahapan berikutnya
(terakhir) adalah abstrak. Pada tahap ini soal-soal cerita yang diberikan
kepada siswa murni soal cerita yang hanya berupa kalimat yang ditulis dalam
bentuk huruf-huruf dan angka-angka saja. Sarana yang digunakan untuk mengukur
ketercapaian tujuan pembelajarannya adalah LTS (Lembar Tugas Siswa). Berbeda
dengan LKS yang mengandung ciri-ciri konsep, LTS sama sekali abstrak sebab
tidak mengandung ciri-ciri konsep (Eli Estiningsih 1995:12). Ciri-ciri konsep
yang dimaksud diperoleh siswa pada saat kegiatan bermain peran dan mengisi LKS.
Berikut bentuk LTS yang dimaksud.
Contoh
anto membeli
2 pensil
membeli lagi
4 pensil
berapa
pensil anto sekarang
Jawab
2 + 4 = 6
Manfaat-Manfaat Dari Penerapan
Metode Pembelajaran Bermain Peran
Sambil bermain, anak-anak juga
ikut belajar berbagi, belajar mengantri atau bergiliran, dan berkomunikasi
dengan teman-temannya. Ia pun mulai belajar untuk bekerja sama dengan orang
lain. Kemampuan ini termasuk untuk memahami perasaan takut, kecewa, sedih,
marah dan cemburu. Melalui imajinasi yang dibangunnya sendiri, ia belajar
mengelola dan memahami perasaan-perasaan tersebut. Misalnya, ketika ia
melakukan permainan yang melibatkan perasaan, ia jadi mulai belajar untuk
berempati dengan perasaan orang lain. Ada
3 manfaat umum dari penerapan metode bermain peran:
1) Kreativitas
Dalam dunia khayalan, anak bisa
jadi apa saja dan melakukan apa saja. Bahkan, semakin sering ia melakukan
permainan peran, akan semakin besar daya kreativitasnya terasah.
2) Disiplin
Saat bermain peran, biasanya ia mengambil peraturan dan pola hidupnya
sehari-hari. Misalnya, saat ia bermain peran sebagai orangtua yang
menidurkan anaknya, ia akan bersikap dan mengatakan seperti apa yang ia sering
dilakukan dan dikatakan olehorangtuanya. Sehingga
secara tak langsung, ia pun membangun kedisiplinan dan keteraturan pada dirinya
sendiri.
3) Keluwesan
Saat bermain peran, secara tidak langsung anak-anak mulai
belajar untuk mengatasi rasa takut dan hal-hal yang sebelumnya berbeda bagi
mereka Dengan bimbingan dan perumpamaan ini, diharapkan rasa takut atau trauma
si kecil akan lebih berkurang.
Kesimpulan
1. Metode
Bermain Peran/Sosiodrama (Role Playing) adalah suatu cara mengajar dengan
jalan mendramatisasikan bentuk tingkah laku dalam hubungan sosial. Titik
tekanannya terletak pada keterlibatan emosional dan pengamatan indera ke dalam
suatu situasi masalah yang secara nyata dihadapi oleh peserta didik.
2. Dengan
adanya keterlibatan emosional dan pengamatan indera ke dalam suatu situasi
masalah yang secara nyata dihadapi, penerapan metode Bermain
Peran/Sosiodrama (Role Playing) diharapkan mampu meningkatkan minat belajar
siswa dan kompetensi siswa dalam memecahkan soal cerita.
3. Pendekatan
yang diterapkan adalah pendekatan pemecahan masalah (Problem Solving),
dan strategi yang digunakan adalah Strategi tidak langsung.