Rabu, 13 Februari 2013

TAFSIR SURAT AL-ANBIYAA' AYAT 107-108


a.       Ayatnya:
!$tBur š»oYù=yör& žwÎ) ZptHôqy šúüÏJn=»yèù=Ïj9 ÇÊÉÐÈ   ö@è% $yJ¯RÎ) #Óyrqム n<Î) !$yJ¯Rr& öNà6ßg»s9Î) ×m»s9Î) ÓÏmºur ( ö@ygsù OçFRr& šcqßJÎ=ó¡B ÇÊÉÑÈ  
b.      Terjemahannya:
“Dan Tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam”. “Katakanlah: Sesungguhnya yang diwahyukan kepadaku adalah: Bahwasanya Tuhanmu adalah Tuhan yang Esa. Maka hendaklah kamu berserah diri (kepada-Nya)". (QS. Al Anbiyaa': 107-108)
c.       Penafsiran Surah Al Anbiyaa' ayat 107:
“Dan Tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam”.
Dalam Ayat ini Allah SWT menerangkan tujuan-Nya mengutus Nabi Muhammad yang membawa agama-Nya itu, tidak lain hanyalah agar mereka berbahagia didunia dan diakhirat.
Maksudnya, Dia mengutus Nabi sebagai rahmat bagi mereka semua. Barangsiapa yang menerima rahmat ini dan mensyukuri nikmat ini, maka berbahagialah dia didunia dan diakhirat. Barangsiapa yang mengingkari rahmat itu, maka merugilah dia didunia dan diakhirat.[1]
Jika dilihat sejarah manusia dan kemanusiaan, maka agama Islam adalah agama yang berusaha sekuat tenaga menghapuskan perbudakan dan penindasan oleh manusia terhadap manusia yang lain. Seandainya dibuka pintu perbudakan, hanyalah sekedar untuk mengimbangi perbuatan orang-orang kafir terhadap kaum Muslimin itu. Sedangkan jalan-jalan untuk menghapuskan perbudakan dibuat sebanyak-banyaknya.
Demikian pula prinsip-prinsip musyawarah yang ditetapkan agama Islam lebih tinggi nilainya dari prinsip-prinsip demokrasi yang selalu diagung-agungkan. Perbaikan-perbaikan tentang kedudukan wanita yang waktu itu hampir sama dengan binatang, dan pengakuan terhadap kedudukan anak yatim, perhatian terhadap fakir dan miskin, perintah melakukan jihad untuk memerangi kebodohan dan kemiskinan, semuanya diajarkan oleh Al-Quran dan Hadis, kemudian dijadikan sebagai dasar perjuangan Perserikatan Bangsa-Bangsa.
 Dengan demikian seluruh umat manusia memperoleh rahmat, baik yang langsung atau tidak langsung dari agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw. Tetapi kebanyakan manusia masih banyak yang mengingkari, padahal rahmat yang mereka peroleh itu adalah rahmat dan nikmat dari Allah SWT.
d.      Penafsiran Surah Al Anbiyaa' ayat 108:
“Katakanlah: Sesungguhnya yang diwahyukan kepadaku adalah: Bahwasanya Tuhanmu adalah Tuhan yang Esa. Maka hendaklah kamu berserah diri (kepada-Nya)”.
Dalam ayat ini menerangkan bahwa Allah SWT memerintahkan kepada Nabi Muhammad Saw. agar menyampaikan kepada orang-orang kafir dan kepada orang-orang yang telah sampai seruan kepadanya, bahwa pokok wahyu yang disampaikan kepadanya ialah: “Tidak ada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah.
Karena itu hendaklah manusia menyembah-Nya, jangan sekali-sekali mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun, seperti mengakui adanya tuhan-tuhan yang lain selain daripada-Nya, atau mempercayai bahwa selain dari Allah ada lagi sesuatu yang mempunyai kekuatan gaib seperti kekuatan Allah.
Dan serahkanlah dirimu kepada Allah dengan memurnikan ketaatan dan ketundukan hanya kepada-Nya saja dan ikutilah segala wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw.


[1] Ar-Rifa’I, M. Nasib, Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, (Jakarta: Gema Insani, 2000) Jilid 3, hlm. 333

TAFSIR SURAT SABA' AYAT 28


a.       Ayatnya:
!$tBur y7»oYù=yör& žwÎ) Zp©ù!$Ÿ2 Ĩ$¨Y=Ïj9 #ZŽÏ±o0 #\ƒÉtRur £`Å3»s9ur uŽsYò2r& Ĩ$¨Z9$# Ÿw šcqßJn=ôètƒ ÇËÑÈ  
b.      Terjemahannya:
“Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui”.
c.       Penafsirannya:
Pada ayat ini Allah menerangkan bahwa Nabi Muhammad Saw bukan saja sebagai utusan kepada seluruh manusia, tetapi beliau juga bertugas sebagai pembawa berita gembira bagi orang-orang yang mempercayai dan mengamalkan risalah yang dibawanya itu dan sebagai pembawa peringatan kepada orang-orang yang mengingkarinya atau menolak ajaran-ajarannya.
Nabi Muhammad adalah Nabi penutup, tidak ada lagi Nabi dan Rasul yang diutus Allah sesudahnya. Dengan demikian, pastilah risalah yang dibawanya itu berlaku untuk seluruh manusia sampai hari kiamat. Dan karena risalahnya itu adalah risalah yang terakhir, maka didalam risalahnya tercapailah peraturan-peraturan dan syariat hukum-hukum yang layak dan baik untuk dijalankan disetiap tempat dan disetiap masa, karena risalah yang dibawanya itu bersumber dari Allah Yang Maha Bijaksana dan Maha Mengetahui. Dialah yang menciptakan langit dan bumi dan segala apa yang ada pada keduanya. Dialah yang mengatur semuanya itu dengan peraturan yang amat teliti sehingga semuanya berjalan dengan baik dan harmonis. Allah yang demikian besar kekuasaan-Nya tidak mungkin akan menurunkan suatu risalah yang mencakup seluruh umat manusia kalau peraturan-peraturan dan syariat itu tidak mencakup seluruh kepentingan manusia pada setiap masa.
Dengan demikian pastilah risalahnya itu risalah yang baik untuk diterapkan kepada semua umat didunia ini. Hal ini tidak diketahui oleh semua orang bahkan kebanyakan manusia menolak dan menantangnya. Di antara penantang-penantang itu adalah kaum Nabi Muhammad sendiri yaitu orang-orang kafir Mekah. Banyak ayat-ayat didalam Alquran yang menegaskan bahwa Muhammad diutus kepada manusia seluruhnya, sebagaimana firman Allah SWT:
x8u$t6s? Ï%©!$# tA¨tR tb$s%öàÿø9$# 4n?tã ¾ÍnÏö6tã tbqä3uÏ9 šúüÏJn=»yèù=Ï9 #·ƒÉtR ÇÊÈ  
“Maha Suci Allah yang telah menurunkan Al Furqan (Alquran) kepada hamba-Nya agar dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam”. (QS. Al Furqan: 1)
Tafsir Jalalain Surah Saba’ ayat 28
“(Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan untuk semua)” lafal Kaaffatan berkedudukan menjadi Hal atau kata keterangan keadaan dari lafal An Naas yang sesudahnya, didahulukan mengingat kedudukannya yang sangat penting “(manusia sebagai pembawa berita gembira)” kepada orang-orang yang beriman, bahwa mereka akan masuk surga “(dan sebagai pemberi peringatan)” kepada orang-orang kafir bahwa mereka akan dimasukkan ke dalam neraka “(tetapi kebanyakan manusia)” yakni orang-orang kafir Mekah “(tidak mengetahui hal ini)”.