Minggu, 29 Juli 2012

TAYAMMUM

1.      Pengertian dan Hukum Tayammun
Tayammum adalah bersuci simbolis sebagai ganti dari mandi dan wudhu tatkala tidak ada air baik secara hakikat ataupun makna (hukmi).
Adapun dalil yang berasal dari Al-Quran yakni firman Allah Swt. dalam surat An-Nisaa’:43.
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan pula hampiri mesjid) sedang kamu dalam keadaan junub, terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi. Dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau datang dari tempat buang air atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapat air, maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik (suci); sapulah mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha Pema'af lagi Maha Pengampun”.  (An-Nisaa’:43)
Dari dalil diatas menyatakan bahwa tayamum itu dibolehkan bagi seseorang untuk semua hal yang boleh dilakukan oleh orang yang berwudhu dan mandi bagi mereka yang tidak mendapatkan air. Dia bisa melakukan berbagai macam shalat, baik shalat wajib maupun shalat sunnah. Tayammum itu tidak batal karena seseorang melakukan shalat, atau karena ia sibuk dengan sesuatu yang lain atau karena keluarnya waktu.
Sebab Rasulullah bersabda: “Tanah yang baik itu adalah wudhu seorang muslim jika dia tidak mendapatkan air walaupun sampai masa waktu sepuluh tahun.”[1] Rasulullah menamakan tayammum dengan wudhu, sebab dia memiliki posisi laksana wudhu.

2.      Syarat-Syarat Yang Membolehkannya
Dari surat An-Nisaa’: 43 diatas dapat disimpulkan bahwa ada tiga sebab atau tiga alasan seseorang bisa bertayammum, yaitu: sakit, dalam perjalanan, dan ketidakadaan air.
Sebagian ulama salaf dan khalaf berpandangan bahwa mereka tidak beranggapan hanya sakit dan dalam perjalanan saja yang dibolehkan untuk tayammum, namun konteksnya disini adalah pada ketidakadaan air. Baik dalam kondisi sehat maupun dalam kondisi sakit, baik sedang berada ditempat atau sedang dalam perjalanan.
·         Makna tidak ada air
Sebatas mana yang dibolehkan bertayammum bagi seorang yang sedang tidak dalam perjalanan? Apakah ketidakadaan air saat akan melangsungkan shalat atau ketidakadaan air setelah mencari secara khusus sebagaimana disyaratkan oleh sebagian mereka bahwa air harus dicari pada semua arah sepanjang satu mil atau menunggu hingga akhir waktu, hingga tidak tersisa waktu kecuali hanya sebatas menunaikan shalat setelah tayammum?
Pertanyaan diatas dapat dijawab dari perbuatan Rasulullah. Sesungguhnya Rasulullah telah bertayammum di Madinah ditembok[2] tanpa harus bertanya dan tidak mencari air kemana-mana. Dan tidak ada keterangan apapun bahwa Rasulullah mencari air kesana kemari yang bisa dijadikan hujjah.
Indikasi bahwa Rasulullah tidak mencari air kemana-mana ini juga menunjukkan ketidakwajiban menunggu hingga akhir waktu.
·         Adanya hambatan hingga tidak sampai ketempat air
Mungkin saja air itu ada, namun disana ada hambatan yang menghalangi untuk sampai ke air itu. Seperti musuh yang ganas, binatang buas yang sangat menakutkan, atau sipir penjara yang akan menangkapnya atau hal-hal yang serupa dengan itu. Pada kondisi demikian keberadaan air itu dianggap sama dengan tidak adanya.
·         Kebutuhan untuk menggunakan air untuk diminum
Mungkin pula air itu ada dan tidak ada penghalang untuk sampai padanya. Namun dia sangat membutuhkan air itu untuk sesuatu yang lebih penting daripada wudhu dalam pandangan syari’ah. Seperti untuk minum dirinya atau untuk minum orang lain, atau untuk minum bnatang. Seperti domba, sapi, keledai, dan anjing. Karena mereka adalah binatang-binatang yang tidak bisa hidup tanpa air. Dengan demikian kebutuhan mereka sama dengan kebutuhan manusia.
·         Adanya kekhawatiran saat menggunakan air
Maksudnya jika seseorang sedang sakit dan akan menimbulkan bahaya jika dia memakai air atau membuat lukanya semakin parah, atau kesembuhannya menjadi terhambat, atau sakitnya akan bertambah, atau seseorang yang sehat namun khawatir sakit jika menggunakan air pada kondisi sangat dingin, semuanya boleh saja bertayammum sebagai pengganti dari wudhu dan mandi.
·         Bertayammum karena khawatir kelewatan waktu jika mandi
Apabila ia mampu untuk menggunakan air, tetapi khawatir akan kehabisan waktu shalat jika ia menggunakannya untuk berwudhu dan mandi. Dalam kondisi seperti itu ia boleh bertayammum dan melaksanakan shalat.



[1] HR. Abu Dawud dari Abu Dzar.
[2] Sebagaimana yang tersebut dalam Shahih Al-Bukhari dan Muslim

Tidak ada komentar:

Posting Komentar